Direksi BUMN Tidak Lagi Termasuk Penyelenggara Negara: Apa Artinya?

6 May 2025 10:38 WIB
korupsi-manipulasi_169.jpeg

Kuatbaca.com -Seiring dengan perubahan besar dalam Undang-Undang (UU) Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kini posisi direksi dan dewan komisaris perusahaan BUMN tidak lagi dianggap sebagai penyelenggara negara. Hal ini menjadi sorotan utama dalam dunia hukum Indonesia karena perubahan tersebut dapat memengaruhi cara penegakan hukum terhadap para pejabat di BUMN. Perubahan ini terkandung dalam pasal 9G Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Aturan baru ini menyatakan secara tegas bahwa anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN tidak lagi tergolong penyelenggara negara.

Langkah ini mencerminkan perubahan signifikan dalam pengelolaan BUMN serta dampaknya terhadap ranah hukum, terutama terkait dengan kewenangan lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung). Seiring berlakunya aturan ini, kedua lembaga penegak hukum tersebut mulai mengkaji dan mempertimbangkan bagaimana aturan baru ini akan mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam hal penyalahgunaan wewenang di BUMN.

1. Kajian Hukum oleh KPK dan Kejagung

Setelah disahkannya UU BUMN yang baru, KPK dan Kejagung mulai melakukan kajian mendalam terkait penerapan aturan tersebut. KPK mengungkapkan bahwa mereka tengah melakukan evaluasi terhadap bagaimana aturan baru ini akan memengaruhi kapasitas mereka dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan pejabat di BUMN. Tessa Mahardhika, juru bicara KPK, menyebutkan bahwa kajian ini diperlukan untuk memastikan bahwa penegakan hukum tetap berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada dalam undang-undang.

Menurut KPK, meskipun UU BUMN yang baru mengatur bahwa direksi BUMN bukan lagi penyelenggara negara, mereka masih perlu menganalisis bagaimana hal ini akan berdampak pada penanganan kasus yang berkaitan dengan tindakan korupsi atau pelanggaran lainnya. Kajian ini penting agar tidak ada celah hukum yang bisa disalahgunakan oleh oknum-oknum yang terlibat dalam tindak pidana.

2. Perubahan Paradigma Hukum dalam UU BUMN Baru

Salah satu perubahan penting yang diatur dalam UU BUMN yang baru adalah pengaturan kembali status pejabat BUMN dalam perspektif hukum. Direksi, dewan komisaris, dan pengawas yang sebelumnya dianggap sebagai penyelenggara negara, kini tidak lagi masuk dalam kategori tersebut. Ini membawa implikasi hukum yang cukup besar. Sejak dikeluarkannya UU ini, ada banyak pihak yang mempertanyakan, apakah tindakan korupsi atau penyelewengan yang melibatkan para pejabat BUMN masih bisa ditindaklanjuti dengan hukum yang sama seperti sebelumnya.

Menanggapi hal ini, Menteri BUMN Erick Thohir menyebutkan bahwa perubahan ini membawa tantangan baru, terutama dalam hal sinkronisasi penegakan hukum. Erick menegaskan perlunya kesepakatan yang lebih jelas antara Kementerian BUMN dan lembaga penegak hukum terkait penerapan aturan baru ini. Pasalnya, meskipun statusnya telah berubah, pengawasan dan pengelolaan BUMN tetap harus memastikan transparansi dan akuntabilitas.

3. Kajian Kejagung: Apakah Tindak Pidana Fraud di BUMN Tetap Bisa Ditindak?

Sementara itu, Kejaksaan Agung juga menyoroti penerapan UU BUMN yang baru dalam konteks penegakan hukum, terutama dalam hal tindak pidana yang melibatkan fraud (kecurangan) di BUMN. Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa Kejaksaan Agung masih mengkaji sejauh mana kewenangan mereka dalam menindaklanjuti kasus-kasus yang melibatkan BUMN pasca perubahan tersebut. Namun, Harli menegaskan bahwa apabila ada unsur fraud atau korupsi yang melibatkan aliran dana negara, Kejaksaan Agung masih bisa melakukan penyelidikan lebih lanjut.

Fraud dalam konteks BUMN, seperti manipulasi laporan keuangan atau tindakan penipuan, dapat tetap ditindak oleh Kejaksaan Agung sepanjang ada aliran dana yang berasal dari negara. Kejaksaan Agung akan melihat apakah ada unsur pidana dalam kegiatan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dalam BUMN, yang berpotensi merugikan negara atau masyarakat.

4. Dampak Perubahan UU BUMN Terhadap Penegakan Hukum di Indonesia

Perubahan status direksi BUMN sebagai bukan penyelenggara negara ini tentunya membawa dampak besar bagi penegakan hukum di Indonesia. Keputusan ini membuka ruang untuk diskusi lebih lanjut mengenai bagaimana hukum akan diterapkan kepada pejabat-pejabat BUMN yang terlibat dalam kasus korupsi atau pelanggaran lainnya. KPK dan Kejaksaan Agung harus memastikan bahwa meskipun ada perubahan dalam regulasi, proses penegakan hukum tetap berjalan dengan adil dan transparan.

Selain itu, perlu adanya definisi yang lebih jelas mengenai tanggung jawab hukum bagi pejabat BUMN agar ke depan tidak ada kebingungam dalam penerapan hukum. Pihak berwenang juga harus memastikan bahwa penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara tetap dapat ditindak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Ke depannya, koordinasi yang lebih baik antara lembaga penegak hukum dan kementerian terkait sangat diperlukan untuk menjaga integritas BUMN serta memastikan keberlanjutan reformasi hukum di Indonesia.

Fenomena Terkini






Trending