Keluhan Pengusaha Amerika Soal Perizinan dan TKDN di Indonesia: Tantangan dan Harapan Deregulasi

Kuatbaca.com - Hubungan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat terus mengalami dinamika yang menarik. Meski hubungan bilateral kedua negara cukup erat, sejumlah pengusaha asal Negeri Paman Sam mengungkapkan berbagai hambatan dalam menjalankan bisnis di Indonesia. Isu yang mencuat mulai dari birokrasi berbelit, aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), hingga non-tariff barriers (NTBs) yang dianggap menghambat masuknya produk-produk asing, terutama dari AS. Berikut adalah ulasan mendalam mengenai keluhan ini dan bagaimana dunia usaha Indonesia meresponsnya.
1. Masalah Perizinan dan Birokrasi Masih Jadi Sorotan Utama
Salah satu hambatan utama yang dirasakan oleh para pelaku usaha Amerika adalah soal perizinan di Indonesia. Meski pemerintah telah meluncurkan berbagai reformasi, termasuk melalui Undang-Undang Cipta Kerja, proses birokrasi yang panjang dan kompleks masih menjadi ganjalan dalam iklim investasi. Ketika pengusaha ingin mengurus izin usaha, proses yang seharusnya bisa diselesaikan dalam hitungan minggu sering kali memakan waktu berbulan-bulan. Hal ini bukan hanya memperlambat ekspansi bisnis, tetapi juga menurunkan minat investor asing untuk masuk ke pasar Indonesia.
2. Regulasi TKDN Dinilai Tidak Ramah Investor Asing
Aturan tentang Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) juga menjadi sorotan tajam dari pengusaha AS. Kebijakan ini, yang bertujuan mendorong penggunaan produk lokal dalam produksi dan investasi, dinilai terlalu kaku dan menyulitkan perusahaan asing dalam memasarkan produknya. Contohnya, perusahaan teknologi besar seperti Apple menghadapi tantangan dalam memenuhi syarat TKDN untuk memasarkan perangkat mereka secara luas di Indonesia. Meskipun tujuannya baik untuk mengembangkan industri dalam negeri, penerapan TKDN yang terlalu ketat bisa berujung pada terbatasnya pilihan konsumen serta potensi tertahannya inovasi dari luar negeri.
3. Non-Tariff Barriers Hambat Produk AS Masuk Indonesia
Selain hambatan tarif, pengusaha AS juga menyoroti keberadaan non-tariff barriers (NTBs) yang mereka anggap terlalu kompleks. Salah satu contohnya adalah proses penilaian atau assessment untuk perusahaan di sektor makanan dan minuman, seperti susu, yang bisa memakan waktu hingga tiga tahun. Lamanya proses ini dinilai tidak efisien dan berisiko membuat Indonesia tertinggal dalam mengakses produk unggulan dari luar negeri. Tidak hanya itu, aturan terkait sertifikasi halal dan pembatasan kuota impor produk pertanian juga menjadi isu yang dibawa oleh delegasi AS kepada Kadin Indonesia.
4. Kadin Indonesia Dorong Pemerintah Lakukan Relaksasi
Menanggapi keluhan tersebut, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan bahwa masukan dari pengusaha Amerika akan dijadikan acuan dalam mendorong perbaikan regulasi. Ketua Umum Kadin, Anindya Bakrie, menegaskan pentingnya keseimbangan antara perlindungan industri dalam negeri dan penciptaan iklim bisnis yang kompetitif. Ia juga menyebut bahwa reformasi perizinan lewat UU Cipta Kerja perlu benar-benar diimplementasikan secara efektif agar tidak hanya menjadi slogan di atas kertas. Harapannya, dalam waktu dekat, pemerintah dapat memberikan relaksasi kebijakan yang memungkinkan peningkatan perdagangan dua arah antara Indonesia dan AS.
5. Peluang Ekspansi Produk AS dan Hubungan Dagang yang Lebih Seimbang
Wakil Ketua Umum Bidang Strategis Kadin, Erwin Aksa, mengungkapkan bahwa Indonesia juga berkepentingan menjaga hubungan baik dengan AS sebagai salah satu mitra dagang strategis. Ia berharap bahwa dengan adanya perbaikan dalam regulasi, Indonesia bisa menjadi pasar yang lebih terbuka terhadap produk-produk dari AS. Pada saat yang sama, pemerintah Indonesia diharapkan dapat menjaga posisi tawar agar ekspor dalam negeri juga mendapat perlakuan adil di pasar AS. Relaksasi kebijakan yang bersifat timbal balik diyakini bisa menjadi kunci dalam menciptakan hubungan dagang yang lebih berimbang dan saling menguntungkan.