Konsumen Sering Dirugikan, YLKI Desak E-Commerce Lebih Serius Lindungi Pelanggan

Kuatbaca - Kemudahan berbelanja melalui ponsel pintar memang menggoda. Dengan sekali klik, barang impian bisa tiba di depan pintu rumah. Namun di balik kenyamanan itu, tak sedikit cerita pahit yang dialami konsumen Indonesia saat bertransaksi di platform e-commerce. Mulai dari barang yang tak sesuai deskripsi, pengembalian dana yang berbelit-belit, hingga kasus penipuan yang membuat konsumen merugi.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat, selama beberapa tahun terakhir, pengaduan terkait e-commerce terus meningkat. Mayoritas keluhan berkutat pada refund atau pengembalian dana yang tidak berjalan lancar, barang yang tidak sesuai harapan, serta penipuan yang semakin kreatif memanfaatkan celah sistem.
Persoalan Sistemik, Bukan Sekadar Kesalahan Teknis
Persoalan yang muncul bukan hanya soal kesalahan teknis atau kecerobohan pengguna, melainkan mengindikasikan adanya masalah sistemik dalam manajemen perlindungan konsumen di dunia e-commerce. Mekanisme yang belum seragam di setiap platform, lemahnya pengawasan atas penjual, hingga proses penyelesaian sengketa yang tidak ramah pengguna menjadi catatan penting yang harus segera dibenahi.
YLKI menyoroti pentingnya transparansi dalam menyampaikan informasi produk dan kebijakan toko kepada konsumen. Pelaku usaha juga dituntut bertanggung jawab secara menyeluruh, mulai dari proses penjualan hingga pasca-transaksi. Tanpa perlindungan yang konkret dan menyeluruh, kepercayaan masyarakat terhadap industri e-commerce bisa tergerus perlahan.
Perlu Kejelasan Hak dan Jalur Penyelesaian
Salah satu kebutuhan mendesak saat ini adalah adanya jalur penyelesaian sengketa yang cepat, adil, dan mudah diakses. Konsumen sering kali kebingungan harus melapor ke mana ketika mengalami kerugian. Bahkan dalam banyak kasus, konsumen hanya bisa pasrah karena proses komplain yang berbelit atau tidak mendapatkan respons yang layak.
Oleh karena itu, perlindungan konsumen tidak boleh hanya menjadi jargon marketing. Ia harus menjadi bagian dari sistem operasional utama setiap pelaku e-commerce, mulai dari aplikasi kecil hingga pemain besar nasional. Regulasi juga harus diperkuat, dengan pengawasan ketat dari pemerintah agar pelaku usaha benar-benar bertanggung jawab atas layanan mereka.
Langkah Nyata dari Beberapa Platform
Menyadari pentingnya kepercayaan pengguna, beberapa pelaku industri e-commerce mulai mengambil langkah nyata. Blibli, misalnya, menghadirkan program jaminan perlindungan dengan kompensasi maksimal hingga Rp 25 juta. Jika konsumen menerima barang yang tidak sesuai atau diragukan keasliannya, mereka bisa melaporkan melalui layanan pelanggan 24 jam. Blibli menjanjikan tidak hanya pengembalian dana penuh, tetapi juga kompensasi senilai satu kali harga barang yang dibeli.
Fitur-fitur perlindungan di platform ini juga mencakup jaminan produk orisinal, garansi resmi dari merek, kebijakan pengembalian barang hingga 15 hari tanpa biaya tersembunyi, serta dukungan layanan pelanggan manusia, bukan bot. Sistem logistik internal pun disiapkan untuk memastikan pengiriman tepat waktu dan minim risiko.
Sementara itu, Tokopedia mengandalkan skema rekening bersama untuk memberikan perlindungan dasar. Dalam sistem ini, dana dari pembeli tidak langsung diberikan ke penjual. Uang baru ditransfer jika pembeli telah menerima barang sesuai pesanan. Ini menjadi salah satu cara untuk mencegah penipuan oleh oknum penjual nakal.
Tokopedia juga aktif mengedukasi penggunanya mengenai hak dan kewajiban dalam transaksi online. Beragam kampanye perlindungan konsumen dan fitur pelacakan transaksi disediakan agar pengguna dapat memantau status pesanan secara real-time. Fitur “Laporkan Produk” juga memungkinkan konsumen melaporkan pelanggaran dengan mudah.
Meningkatnya aduan konsumen adalah sinyal jelas bahwa perlindungan yang ada saat ini belum cukup kuat. E-commerce bukan hanya soal menjual produk secara digital, tetapi juga soal membangun ekosistem dagang yang sehat, adil, dan aman untuk semua pihak. Pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat harus bersinergi dalam menciptakan ruang digital yang beretika dan bertanggung jawab.
Karena pada akhirnya, konsumen bukan hanya pembeli, tetapi juga pondasi utama keberlangsungan industri e-commerce. Bila hak mereka tak dilindungi, maka bukan tidak mungkin kepercayaan publik terhadap belanja daring akan runtuh, menghambat pertumbuhan ekonomi digital yang sedang digenjot Indonesia.