Regulasi Baru Tembakau Picu Kekhawatiran Petani, HKTI Minta Evaluasi Menyeluruh

7 May 2025 08:12 WIB
panen-raya-harga-tembakau-naik-jadi-rp-65-ribukg-1_169.jpeg

Kuatbaca.com - Kebijakan pemerintah terkait tembakau kembali menuai sorotan, khususnya dari kalangan petani. Penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 telah memunculkan kekhawatiran besar di sektor pertanian tembakau karena dianggap dapat merugikan petani lokal dan mempersempit ruang gerak Industri Hasil Tembakau (IHT).

Menurut Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), sejumlah pasal dalam regulasi tersebut dinilai terlalu membatasi, seperti larangan zonasi penjualan rokok serta pembatasan iklan yang dinilai tidak sesuai dengan realitas sosial dan ekonomi di Indonesia. Hal ini dikhawatirkan akan memicu penurunan permintaan terhadap produk tembakau lokal, yang pada akhirnya merugikan petani sebagai produsen utama.

1. Penyeragaman Kemasan Rokok Dinilai Tak Berpihak ke Petani

Selain PP 28/2024, wacana dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) mengenai penyeragaman kemasan rokok tanpa merek juga menjadi isu yang dianggap berpotensi menurunkan daya saing produk hasil tembakau nasional. HKTI memandang bahwa kebijakan tersebut tidak mempertimbangkan rantai produksi yang panjang, mulai dari petani hingga industri rumahan yang menggantungkan hidupnya dari IHT.

Delima Azahari, Anggota Dewan Pimpinan Nasional HKTI, menyampaikan bahwa perlu kajian mendalam sebelum menerapkan regulasi yang berdampak besar pada sektor padat karya ini. “Soal besar dan kecilnya dampak itulah yang harus dibahas dan dikaji lebih mendalam. Jangan sampai kebijakan ini merugikan para petani sebagai produsen tembakau,” ujarnya.

2. Jutaan Tenaga Kerja Terdampak, Termasuk UMKM

Dalam keterangannya, Delima menegaskan bahwa IHT di Indonesia melibatkan jutaan tenaga kerja, dari petani di pedesaan hingga pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM). Oleh karena itu, setiap kebijakan yang membatasi pemasaran hasil tembakau harus diukur secara menyeluruh terhadap dampaknya, terutama bagi masyarakat yang hidup dari sektor ini.

Ia mengungkapkan bahwa aturan-aturan baru justru bisa mempersempit pasar tembakau lokal dan memicu kerugian ekonomi yang lebih luas. “Oleh karena itu, HKTI mendesak pemerintah untuk melakukan deregulasi terhadap pasal-pasal yang dianggap menekan pertumbuhan IHT dan mengancam kesejahteraan petani,” tegasnya.

3. Regulasi Dinilai Tanpa Kajian Teknis Mendalam

Salah satu poin penting yang dikritik HKTI adalah belum adanya kajian teknis menyeluruh terkait dampak zonasi penjualan dan penghapusan merek pada kemasan rokok. Kebijakan semacam ini dinilai belum mempertimbangkan efek jangka panjang terhadap pendapatan petani dan industri kecil di daerah.

“Setahu saya, sampai saat ini belum ada kajian teknisnya. Tujuan kita adalah agar industri tembakau kita makin besar di pasar global,” tambah Delima. Menurutnya, tanpa dasar riset yang kuat, kebijakan tersebut berisiko merusak struktur ekonomi yang sudah terbentuk sejak lama di sektor tembakau.

4. HKTI Desak Pemerintah Lakukan Evaluasi dan Telaah Ulang

HKTI meminta agar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) segera melakukan telaah mendalam terhadap dampak dari PP 28/2024 dan regulasi turunannya. Evaluasi ini penting untuk menjamin bahwa setiap kebijakan tidak menekan pertumbuhan industri maupun mengorbankan petani yang merupakan ujung tombak produksi.

Delima juga menggarisbawahi bahwa langkah ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto, yang mendorong upaya deregulasi terhadap kebijakan yang menghambat pertumbuhan ekonomi. “Apa pun kondisinya, pemerintah harus menjaga dan menjamin perluasan pasar petani dan IHT melalui kerja sama regional dan global,” tutupnya.

Fenomena Terkini






Trending