China Ganti Negosiator Perdagangan, Strategi Baru di Tengah Memanasnya Hubungan Dagang dengan AS

17 April 2025 13:44 WIB
c08214df-0585-4484-967d-2beec0da0760_169.jpeg

Kuatbaca - Di tengah meningkatnya tensi perang dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia, China mengambil langkah strategis dengan menunjuk negosiator perdagangan baru. Pergantian ini menjadi sinyal bahwa Beijing sedang menyusun ulang pendekatannya terhadap Amerika Serikat yang kian agresif dalam kebijakan tarif dan hambatan perdagangan lainnya.

Li Chenggang, Wajah Lama dengan Tugas Baru

Sosok yang kini dipercaya untuk memegang kendali dalam meja perundingan adalah Li Chenggang, pria berusia 58 tahun yang sudah malang melintang di dunia perdagangan internasional. Sebelum diamanahi jabatan barunya, Li merupakan perwakilan China di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pengalamannya tidak hanya bersifat administratif, namun juga strategis, terutama saat dirinya pernah menduduki posisi penting sebagai asisten menteri perdagangan ketika Presiden Donald Trump pertama kali menjabat.

Dengan rekam jejak yang panjang, Li dinilai cukup memahami pola negosiasi dan dinamika hubungan bilateral dengan AS, khususnya dalam isu sensitif seperti teknologi, tarif impor, dan akses pasar.

Berakhirnya Kiprah Sang Negosiator Tangguh

Pengganti Li, Wang Shouwen, dikenal sebagai negosiator ulung yang selama ini mewakili China dalam berbagai pembicaraan penting dengan pihak Amerika Serikat. Di bawah tekanan kebijakan ekonomi Trump dan penerusnya, Wang tampil sebagai sosok yang tegas dan penuh perhitungan. Namun, dengan semakin kompleksnya hubungan dagang saat ini, tampaknya pemerintah China menilai perlu adanya pendekatan baru.

Tidak dapat dipungkiri bahwa Wang telah menjadi garda depan diplomasi ekonomi China dalam menghadapi berbagai tuntutan perdagangan dari Washington. Namun kini, estafet negosiasi berada di tangan Li, yang diharapkan membawa semangat baru dan mungkin, gaya komunikasi yang lebih adaptif.

Pergantian ini berlangsung berbarengan dengan lawatan Presiden Xi Jinping ke beberapa negara Asia Tenggara. Dalam kunjungannya ke Vietnam, Malaysia, dan Kamboja, Xi berupaya memperkuat kemitraan ekonomi regional sekaligus membuka jalur alternatif untuk menghadapi tekanan dari AS. Menariknya, Menteri Perdagangan Wang Wentao juga ikut dalam rombongan tersebut, yang mengisyaratkan bahwa strategi dagang China kini melibatkan lebih banyak poros regional untuk memperluas pengaruh.

Sementara itu, di meja perundingan global, pengganti Wang diharapkan mampu meredakan ketegangan yang terus memanas, terutama setelah Amerika Serikat kembali mengancam dengan lonjakan tarif baru pada produk-produk asal China. Penunjukan Li Chenggang dapat dibaca sebagai sinyal bahwa Beijing ingin mencoba jalan tengah: tegas namun tidak konfrontatif, terbuka untuk dialog namun tetap berpegang pada prinsip kedaulatan ekonomi nasional.

Antisipasi terhadap Eskalasi Lebih Lanjut

Situasi global saat ini tengah bergerak ke arah ketidakpastian. Di tengah perang dagang yang belum juga menunjukkan tanda-tanda mereda, banyak negara lain ikut terdampak oleh kebijakan proteksionis dua negara adidaya ini. China tampaknya ingin memastikan bahwa pihaknya tidak hanya bertahan, tetapi juga dapat memimpin dalam membentuk sistem perdagangan global yang lebih seimbang.

Dengan menunjuk negosiator baru, pemerintah China seperti ingin menyampaikan pesan bahwa mereka siap untuk bernegosiasi, namun tidak akan tinggal diam jika diperlakukan tidak adil. Langkah ini sekaligus menunjukkan bahwa China tengah menyiapkan diri untuk segala kemungkinan — termasuk eskalasi lebih lanjut maupun peluang untuk deeskalasi dan pemulihan hubungan dagang dengan Amerika.

Kini, sorotan dunia mengarah pada langkah-langkah Li Chenggang ke depan. Akankah ia mampu membuka jalan menuju pembicaraan yang lebih konstruktif antara Beijing dan Washington? Atau justru akan kembali menghadapi kebuntuan seperti pendahulunya?

Yang pasti, di balik pergantian ini, terdapat strategi dan kalkulasi yang matang dari Beijing dalam merespons perubahan arah kebijakan luar negeri Amerika. Di tengah gempuran sanksi, tarif, dan isu teknologi, China tampaknya tidak ingin hanya bereaksi — mereka ingin mengendalikan arah permainan.

internasional

Fenomena Terkini






Trending