Kuatbaca.com - Pemerintah Vietnam mengambil langkah tegas dalam upaya mengendalikan konsumsi alkohol di negaranya. Dalam keputusan terbarunya, Majelis Nasional Vietnam telah menyetujui kebijakan kenaikan pajak konsumsi khusus untuk minuman beralkohol secara bertahap, hingga mencapai 90% pada tahun 2031. Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang pemerintah untuk menekan tingkat konsumsi alkohol yang tergolong tinggi di negara tersebut.
Saat ini, tarif pajak konsumsi minuman beralkohol di Vietnam berada pada angka 65%. Berdasarkan peraturan baru, tarif tersebut akan meningkat menjadi 70% pada tahun 2027, sebelum akhirnya mencapai puncak 90% pada 2031. Meskipun sempat muncul usulan agar tarif pajak maksimal mencapai 100%, namun angka 90% dianggap sebagai kompromi yang masih bisa diterima industri dan masyarakat.
1. Strategi Pengendalian Alkohol Demi Kesehatan Publik
Kenaikan pajak ini bukan sekadar langkah fiskal, tetapi bagian dari kebijakan pemerintah untuk menekan konsumsi alkohol demi kesehatan masyarakat. Vietnam dikenal sebagai negara dengan konsumsi bir tertinggi kedua di kawasan Asia Tenggara. Tingginya konsumsi minuman beralkohol dalam beberapa tahun terakhir dinilai berdampak negatif terhadap kesehatan publik, produktivitas kerja, hingga angka kecelakaan lalu lintas.
Sebelumnya, Vietnam juga telah menerapkan kebijakan ketat mengenai larangan mengemudi dalam kondisi mabuk. Sejak diberlakukan pada tahun 2019, aturan ini memuat ketentuan batas nol alkohol bagi pengendara kendaraan bermotor. Hasilnya, masyarakat mulai mengurangi konsumsi alkohol, meskipun industri tetap mengalami tekanan signifikan.
2. Industri Minuman Beralkohol Bersiap Hadapi Guncangan
Langkah pemerintah ini tentunya menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri minuman keras dan bir di Vietnam. Beberapa perusahaan internasional besar seperti Heineken dari Belanda dan Carlsberg dari Denmark memiliki pabrik dan jaringan distribusi luas di negara ini. Selain itu, dua produsen lokal, yaitu Sabeco dan Habeco, juga mendominasi pasar domestik.
Namun, dengan diberlakukannya pajak yang lebih tinggi secara bertahap, para pelaku industri minuman alkohol perlu bersiap menghadapi penurunan permintaan dan perubahan pola konsumsi masyarakat. Bahkan, Heineken telah menghentikan operasional salah satu pabriknya di Vietnam sejak tahun lalu, sebagai respons terhadap kebijakan yang semakin membatasi ruang gerak industri bir di negara tersebut.
3. Penurunan Pendapatan Industri dalam Tiga Tahun Terakhir
Ketua Asosiasi Bir dan Minuman Beralkohol Vietnam menyatakan bahwa pendapatan industri telah mengalami penurunan selama tiga tahun berturut-turut. Kombinasi antara regulasi ketat dan perubahan perilaku konsumen telah berdampak pada penjualan, distribusi, dan investasi baru di sektor ini.
Meski demikian, pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga keseimbangan antara kesehatan publik dan keberlangsungan industri. Salah satu strategi yang ditawarkan adalah memberikan masa transisi bagi pelaku usaha agar bisa beradaptasi dengan struktur pajak yang baru. Dengan demikian, diharapkan dunia usaha tetap bisa bertahan sambil mendukung agenda nasional dalam pengendalian konsumsi alkohol.
4. Masa Depan Industri Minuman Beralkohol di Vietnam
Dengan target pajak sebesar 90% pada 2031, Vietnam telah menunjukkan komitmennya dalam menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan tertib. Namun, pertanyaan besar muncul: apakah industri bir dan minuman keras akan mampu bertahan dalam tekanan regulasi yang semakin ketat?
Banyak pihak menilai bahwa inovasi produk rendah alkohol, diversifikasi bisnis, serta efisiensi produksi akan menjadi kunci adaptasi ke depan. Perubahan ini juga membuka peluang bagi pelaku industri untuk memperkenalkan alternatif minuman yang lebih ramah kesehatan dan lingkungan.