Mengungkap Modus Penipuan Pencet 'Like' dan 'Subscribe' YouTube

Kuatbaca.com - Belakangan ini, kejahatan dalam bentuk penipuan modus pencet 'like' dan 'subscribe' di platform YouTube masih menjadi sorotan utama. Kasus terbaru yang melibatkan dua pelaku berhasil diungkap oleh Polda Metro Jaya, menggambarkan kompleksitas dan dampak negatif dari praktik ilegal ini.
Penangkapan Pelaku dan Tindakan Hukum
Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya berhasil menangkap dua pelaku penipuan, yang diduga terlibat dalam modus pencet 'like' YouTube. Kedua pelaku, dengan inisial EO (47 tahun) dan SM (29 tahun), ditangkap di Jakarta Barat pada Selasa (25/6/2024). Keduanya saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan berbagai pasal, termasuk Undang-Undang ITE dan tindak pidana pencucian uang.
"Kedua tersangka saat ini dilakukan penahanan di Rutan Polda Metro Jaya untuk kepentingan penyidikan," kata Kombes Ade Safri Simanjuntak dari Dirkrimsus Polda Metro Jaya.
Peran Dalang dari Luar Negeri
Penyelidikan lebih lanjut mengungkap bahwa aksi penipuan ini didalangi oleh seorang WNI yang berada di Kamboja, yang dikenal dengan inisial D. Dia diduga menjadi otak di balik upaya penipuan ini, mengatur alur dana dan instruksi kepada para pelaku di Indonesia.
"Berdasarkan pemeriksaan terhadap tersangka EO dan hasil forensik, tersangka D merupakan WNI yang tinggal di Kamboja. Hasil sidik diduga D adalah otaknya," tambah Ade Safri.
Proses Penyediaan Rekening Penampungan
Kedua pelaku yang ditangkap, EO dan SM, memiliki peran khusus dalam skema penipuan ini. EO bertugas mencarikan rekening-rekening tempat dana hasil penipuan disimpan, sedangkan SM membantu dalam proses penyiapan rekening dengan imbalan tertentu.
"EO perannya memerintahkan tersangka SM untuk mencari rekening. SM perannya mencari orang untuk membuat rekening dan menyerahkan kepada tersangka EO," jelas Ade Safri.
Modus Operandi dan Kerugian Korban
Modus operandi yang digunakan tergolong rapi dan melibatkan penggunaan teknologi modern seperti WhatsApp dan Telegram untuk menjalin kontak dengan korban. Para pelaku mengaku sebagai perwakilan perusahaan internasional dan menawarkan pekerjaan sederhana dengan imbalan yang menarik, namun mengharuskan korban untuk membayar sejumlah deposit terlebih dahulu.
"Setelah pelapor menyetujui untuk melakukan pekerjaan tersebut, pelapor diwajibkan untuk melakukan deposit sebelum diberikan misi pekerjaan. Atas kejadian tersebut, pelapor mengalami kerugian sebesar Rp 806.220.000," ungkap Ade Safri.
Tindak Lanjut dan Upaya Pencegahan
Kasus ini menjadi peringatan bagi masyarakat untuk lebih waspada terhadap penipuan online yang semakin canggih dan terorganisir. Pihak kepolisian terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap jaringan lebih luas dari kejahatan ini dan menangkap pelaku utama yang berada di luar negeri. (*)