Polisi Tangkap Pria Penganiaya Satpam RS Mitra Keluarga Bekasi: Korban Koma Dua Kali

13 April 2025 13:54 WIB
satpam-di-rs-mitra-keluarga-bekasi-dianiaya-pihak-keluarga-pasien-hingga-mengalami-kejang-dan-muntah-darah-dokistimewa-1743826766813_169.jpeg

Kuatbaca - Kepolisian telah menangkap seorang pria berinisial AFET yang diduga melakukan penganiayaan terhadap Sutiyono, seorang satpam di Rumah Sakit (RS) Mitra Keluarga Bekasi. Peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu (29/3) lalu, dan kini membawa dampak serius bagi korban, yang hingga saat ini masih dalam pemulihan setelah dua kali mengalami koma akibat kekerasan tersebut. Pihak keluarga Sutiyono pun menyatakan menutup kesempatan untuk mediasi atau perdamaian dengan pelaku.

Kronologi Penganiayaan yang Menyisakan Luka Berat

Peristiwa yang terjadi di area parkir rumah sakit ini berawal ketika Sutiyono menegur AFET terkait kebisingan suara knalpot kendaraan yang digunakan oleh pelaku. Ketika AFET datang untuk mengunjungi anggota keluarganya yang sedang dirawat, ia memarkirkan kendaraannya di tempat yang tidak sesuai dan menghalangi jalur ambulans. Menurut prosedur kerja, Sutiyono yang saat itu bertugas sebagai satpam, memberikan teguran kepada AFET untuk memarkirkan mobil lebih maju agar tidak mengganggu jalur kendaraan darurat.

Namun, teguran tersebut justru membuat AFET marah. Dalam keadaan emosi, ia mendorong Sutiyono hingga terjadi perkelahian fisik. AFET kemudian menarik kerah baju satpam tersebut dan mendorongnya hingga jatuh ke tanah. Insiden ini menyebabkan Sutiyono kejang-kejang dan tidak sadarkan diri. Tidak hanya mengalami luka fisik, Sutiyono juga harus dirawat intensif akibat kepalanya terbentur keras. Pihak rumah sakit kemudian merawatnya di ruang gawat darurat, namun kondisi korban semakin memburuk setelah ia dua kali mengalami koma pasca-kejadian tersebut.

Menolak Jalan Damai, Keluarga Sutiyono Bersikeras

Pihak keluarga Sutiyono, melalui kuasa hukumnya, menegaskan bahwa mereka menutup kemungkinan untuk berdamai dengan pelaku. Mereka menyatakan bahwa tidak ada ruang bagi mediasi atau penyelesaian damai dalam kasus ini. Bahkan, dalam proses mediasi yang sempat diajukan oleh pihak AFET, keluarga korban tetap berpegang pada prinsip tegak lurus pada hukum.

Kuasa hukum korban, Subadria Nuka, menyampaikan bahwa keluarga Sutiyono merasa terintimidasi dan dihina oleh pihak AFET, yang bahkan sempat mengancam mereka dengan kata-kata kasar. Penghinaan tersebut termasuk ucapan yang menyudutkan korban dan keluarga dengan sebutan "orang miskin" serta ancaman untuk menggerakkan organisasi kemasyarakatan (ormas) dan menghubungi pihak kepolisian untuk menekan mereka.

Di sisi lain, pihak AFET melalui kuasa hukumnya membantah tuduhan intimidasi dan penghinaan terhadap keluarga korban. M. Syafrie Noor, pengacara AFET, menyatakan bahwa kliennya tidak pernah berniat untuk mengintimidasi. Ia juga menegaskan bahwa mereka serius dalam mencari solusi damai, meskipun tidak mendapatkan tanggapan positif dari pihak Sutiyono. Menurut Syafrie, upaya damai ini dilakukan untuk menyelesaikan persoalan secara baik-baik, namun apabila keluarga korban menolak, maka pihaknya menghormati keputusan tersebut.

Ancaman Hukum untuk AFET

Atas perbuatannya, AFET kini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan berat. Polisi menjeratnya dengan Pasal 351 Ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penganiayaan Berat, yang mengancam pelaku dengan hukuman penjara paling lama lima tahun. Proses hukum terhadap AFET kini terus berlanjut, dan ia sudah ditahan untuk menjalani penyelidikan lebih lanjut.

Sutiyono mengalami dua kali koma pasca-penganiayaan. Setelah sempat dirawat intensif dan dinyatakan stabil, Sutiyono memutuskan untuk pulang ke rumah pada hari ke-6 atau ke-7. Namun, beberapa hari kemudian, ia kembali tak sadarkan diri dan harus dibawa kembali ke rumah sakit. Hal ini menunjukkan dampak serius dari tindakan kekerasan yang dialami Sutiyono. Kejadian ini tidak hanya mengubah hidup korban secara fisik, tetapi juga memberikan trauma psikologis yang mendalam bagi keluarga dan korban itu sendiri.

Keluarga Sutiyono dan tim pengacara mereka berkomitmen untuk membawa kasus ini hingga ke pengadilan dan memastikan bahwa pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal. Mereka menegaskan bahwa tindakan penganiayaan yang dilakukan AFET harus mendapatkan hukuman yang berat, sebagai contoh agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari. Keluarga korban berharap proses hukum berjalan sesuai dengan peraturan yang ada, dan agar pelaku diproses secara adil.

Insiden ini telah menarik perhatian masyarakat, dan banyak yang menunggu kelanjutan kasus ini. Di satu sisi, ada harapan agar keadilan bisa ditegakkan, sementara di sisi lain, kasus ini juga menyoroti pentingnya keamanan dan perlindungan bagi petugas keamanan di rumah sakit dan tempat umum lainnya. Bagaimanapun, kejadian ini menjadi pelajaran berharga tentang bagaimana sebuah konflik kecil bisa berujung pada tragedi besar jika tidak ditangani dengan bijaksana.

Dengan proses hukum yang kini berjalan, dan dengan pihak keluarga Sutiyono yang menutup kemungkinan mediasi, pertanyaan besar yang muncul adalah bagaimana keadilan akan ditegakkan dalam kasus ini. Masyarakat berharap bahwa hukum dapat memberikan efek jera bagi para pelaku kekerasan, dan agar para korban merasa dilindungi oleh sistem hukum yang ada. Semoga kasus ini menjadi pembelajaran bagi kita semua, bahwa setiap tindakan kekerasan, sekecil apapun, dapat membawa dampak yang sangat besar bagi banyak orang.

kriminal

Fenomena Terkini






Trending