Bayang-bayang Perang Dunia Ketiga, Industri Otomotif Bisa Terjun Bebas

23 June 2025 13:40 WIB
giias-2025-diklaim-menjadi-pameran-otomotif-terbesar-setelah-shanghai-auto-show-2025-1750231492082.jpeg

Kuatbaca.com - Industri otomotif global, termasuk Indonesia, kini memasuki fase penuh ketidakpastian. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengaku was-was dengan memanasnya konflik global, khususnya di kawasan Timur Tengah. Potensi meletusnya Perang Dunia Ketiga dikhawatirkan bisa menjadi pukulan telak yang menenggelamkan industri otomotif ke titik nadir.

Ketua Umum Gaikindo, Yohannes Nangoi, menyampaikan keprihatinannya terkait kondisi geopolitik dunia yang semakin tak menentu. Eskalasi konflik antara Iran dan Israel, ditambah keterlibatan Amerika Serikat yang baru saja menggempur fasilitas nuklir Iran, semakin memperbesar kekhawatiran akan pecahnya perang skala global.

Menurut Nangoi, jika konflik ini meluas menjadi perang dunia, industri otomotif bukan hanya akan lesu—tetapi bisa benar-benar lumpuh. Saat ini saja, penjualan mobil di berbagai negara, termasuk Indonesia, mengalami penurunan akibat imbas dari berbagai krisis dan konflik bersenjata yang sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir.

"Kalau sampai terjadi perang dunia, ya selesai semua. Kita nggak punya pengalaman menghadapi itu. Perang Dunia Kedua saja saya belum lahir, tapi saya bisa bayangkan dampaknya akan sangat masif terhadap seluruh sektor ekonomi," ujar Nangoi.

1. Ketegangan Global Bisa Menyentuh Asia Tenggara

Nangoi menyebut bahwa konflik yang melibatkan kekuatan besar seperti AS, Israel, Iran, Rusia, dan China akan berdampak luas, termasuk ke kawasan Asia Tenggara. Ia menyinggung ketegangan India-Pakistan yang juga sempat mengkhawatirkan, serta dampak tidak langsung dari invasi Rusia ke Ukraina yang masih belum usai hingga kini.

Ia menjelaskan bahwa blok dukungan internasional saat ini sudah mulai terlihat. Negara-negara G7 seperti Inggris, Prancis, dan AS menunjukkan dukungannya terhadap Israel, sementara China dan Rusia memberi dukungan kepada Iran. Situasi ini sangat mirip dengan pola awal sebelum pecahnya dua perang dunia terdahulu, di mana kutub kekuatan dunia mulai terbentuk.

"Kalau situasi ini tidak diredam, bukan tidak mungkin kita melihat perang skala global kembali terjadi. Dan sektor industri otomotif pasti akan menjadi korban besar karena tergantung pada rantai pasok global dan stabilitas pasar," tambahnya.

Dampak yang paling cepat terasa biasanya berupa lonjakan harga bahan baku, keterlambatan pasokan suku cadang, serta fluktuasi nilai tukar yang tidak menentu. Semua ini berdampak langsung pada produksi, distribusi, dan daya beli masyarakat.

2. Indonesia Masih Jadi Magnet Investasi Otomotif

Meski situasi global tak menentu, Nangoi menilai Indonesia masih cukup beruntung karena secara geografis jauh dari pusat konflik bersenjata yang sedang terjadi. Hal ini membuat Indonesia tetap menjadi tempat menarik bagi investor, terutama di sektor manufaktur otomotif.

"Yang bikin kita sedikit tenang, Indonesia tidak terlalu dekat dengan zona konflik. Ditambah lagi, kita masih dipercaya menjadi lokasi investasi oleh pemain global otomotif," ujar Nangoi.

Beberapa pabrikan besar seperti BYD dari China bahkan masih terus membangun pabrik baru di Indonesia. Total investasi di sektor otomotif selama beberapa tahun terakhir bahkan mencapai Rp 150 triliun, angka yang membuktikan bahwa kepercayaan terhadap potensi Indonesia masih tinggi.

Namun, ia tetap menegaskan bahwa meskipun prospek jangka panjang cukup cerah, pertumbuhan industri otomotif Indonesia dalam waktu dekat kemungkinan akan melambat jika ketegangan dunia tak kunjung mereda.

3. Target Penjualan Mobil 2025 Masih Realistis Tapi Menantang

Gaikindo telah menetapkan target penjualan mobil pada tahun 2025 sebesar 850 ribu unit, sedikit menurun dibandingkan tahun 2024 yang mencatatkan angka 865.723 unit. Target ini dinilai masih cukup realistis meskipun tantangannya sangat besar.

Kondisi ekonomi masyarakat, daya beli, suku bunga, hingga harga BBM yang sangat dipengaruhi oleh kondisi geopolitik menjadi faktor penting yang harus dipantau terus-menerus oleh para pelaku industri.

"Kami tetap optimis, tapi kami juga realistis. Jika gejolak terus terjadi, kami harus bersiap untuk revisi proyeksi. Yang penting saat ini adalah stabilitas ekonomi dan politik, baik nasional maupun global," tegas Nangoi.

Ia juga berharap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga internasional lainnya dapat segera mengambil langkah tegas untuk meredakan ketegangan dan mencegah perang besar-besaran terjadi.

4. Harapan Tetap Ada, Asal Diplomasi Tidak Mati

Dalam situasi serba tidak pasti ini, Gaikindo tetap menaruh harapan pada jalur diplomasi. Selama masih ada ruang bagi dialog dan negosiasi, perang dunia bisa dihindari dan industri otomotif masih punya peluang untuk tumbuh.

"Diplomasi adalah harapan terakhir. Jangan sampai ego politik mengorbankan industri dan kehidupan rakyat. Otomotif adalah sektor besar, menyerap banyak tenaga kerja dan punya efek domino yang luas," pungkas Nangoi.

Saat ini, semua mata tertuju pada perkembangan situasi Iran-Israel dan respons lanjutan dari negara-negara besar dunia. Industri otomotif, sebagai sektor padat modal dan sensitif terhadap krisis, berada dalam posisi genting yang bisa berubah drastis hanya dalam hitungan hari.

otomotif

Fenomena Terkini






Trending