Putusan MK Soal Sekolah Gratis: Mendikdasmen Masih Kaji Implikasi untuk SD dan SMP Swasta

Kuatbaca.com - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang kini dipimpin oleh Abdul Mu’ti tengah melakukan kajian menyeluruh terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan pendidikan dasar—baik di sekolah negeri maupun swasta—bebas biaya. Ini merupakan langkah lanjutan usai MK menetapkan bahwa frasa dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang hanya mewajibkan sekolah negeri gratis, bertentangan dengan prinsip keadilan dalam UUD 1945.
“Kami masih menganalisis keputusan MK,” ujar Abdul Mu’ti saat dikonfirmasi pada Rabu (28/5/2025). Ia menegaskan bahwa keputusan lanjutan dari kementerian akan disampaikan ke publik setelah proses kajian selesai dilakukan secara komprehensif.
1. Konteks Putusan MK: Pendidikan Dasar Harus Inklusif dan Non-Diskriminatif
Putusan MK ini diambil sebagai respon atas gugatan uji materi terhadap Pasal 34 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Dalam amar putusannya, MK menegaskan bahwa frasa “tanpa memungut biaya” tidak boleh hanya berlaku bagi sekolah negeri saja. Negara memiliki kewajiban konstitusional untuk menjamin akses pendidikan dasar secara merata, tanpa memandang status penyelenggara sekolah, apakah negeri ataupun swasta.
Putusan tersebut menyatakan bahwa pemerintah, baik pusat maupun daerah, bertanggung jawab memastikan setiap anak mendapatkan pendidikan dasar minimal SD dan SMP secara gratis dan adil, termasuk ketika peserta didik harus menempuh pendidikan di sekolah swasta akibat keterbatasan daya tampung di sekolah negeri.
2. Tantangan di Lapangan: Daya Tampung Sekolah Negeri Belum Memadai
Salah satu alasan utama yang mendasari keputusan MK adalah ketimpangan daya tampung antara sekolah negeri dan swasta. Berdasarkan data tahun ajaran 2023/2024, sekolah negeri di jenjang SD hanya mampu menampung sekitar 970 ribu siswa, sementara sekolah swasta menampung lebih dari 173 ribu siswa. Ketimpangan serupa juga terjadi pada jenjang SMP, dengan 245 ribu siswa di sekolah negeri dan lebih dari 104 ribu di sekolah swasta.
Hal ini menunjukkan bahwa jika hanya sekolah negeri yang diwajibkan memberikan pendidikan gratis, maka akan terjadi diskriminasi tidak langsung terhadap siswa yang terpaksa masuk sekolah swasta karena keterbatasan kapasitas di sekolah negeri. Dalam situasi ini, para siswa swasta tetap harus membayar biaya yang tinggi, meski mereka berada dalam sistem wajib belajar yang diatur oleh negara.
3. Pemerintah Didorong Segera Siapkan Skema Implementasi
Meski MK telah memberikan arah yang jelas dalam putusannya, tantangan selanjutnya berada di tangan pemerintah dalam merancang mekanisme pembiayaan pendidikan swasta yang tepat. Pemerintah pusat maupun daerah perlu menyusun kebijakan yang menjamin pendanaan untuk sekolah swasta agar dapat menghapus pungutan biaya, tanpa mengorbankan kualitas pendidikan.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah di bawah kendali Abdul Mu’ti diharapkan bisa memimpin inisiatif ini. Selain itu, kolaborasi dengan pemerintah daerah, asosiasi sekolah swasta, dan lembaga masyarakat menjadi kunci sukses dalam implementasi program sekolah gratis yang adil dan inklusif.
4. Langkah Strategis Menuju Sistem Pendidikan yang Lebih Merata
Putusan Mahkamah Konstitusi ini membuka jalan menuju sistem pendidikan nasional yang lebih adil dan tidak membedakan akses pendidikan berdasarkan kemampuan ekonomi. Sekolah swasta, yang selama ini menjadi alternatif karena keterbatasan fasilitas negeri, kini memiliki potensi untuk menjadi bagian dari sistem pendidikan wajib yang ditanggung oleh negara.
Dengan demikian, setiap anak di Indonesia—baik yang belajar di sekolah negeri maupun swasta—akan memiliki hak yang sama dalam mengakses pendidikan dasar tanpa hambatan biaya. Hal ini juga akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan nasional serta memperkuat komitmen pemerintah terhadap pemenuhan hak dasar warga negara dalam memperoleh pendidikan yang layak.