148 Siswa SMAN 17 Makassar Terancam Gagal SNBP karena Kesalahan Pengisian PDSS

Kuatbaca - Sebanyak 148 siswa SMAN 17 Makassar, Sulawesi Selatan, kini terancam gagal mengikuti Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) untuk masuk ke perguruan tinggi. Hal ini terjadi akibat kesalahan teknis dalam pengisian data pada Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS). Peristiwa ini menjadi sorotan setelah diketahui bahwa pihak sekolah melakukan kesalahan dalam menentukan batas waktu pengisian data, yang mengakibatkan beberapa siswa tidak tercatat dengan benar.
Kesalahan Waktu Pengisian Data
Kesalahan ini bermula saat operator yang bertugas mengisi data siswa di PDSS tidak memperhatikan dengan cermat batas waktu yang telah ditentukan. Menurut keterangan pihak sekolah, operator mengira bahwa batas akhir pengisian data adalah pukul 24.00 WITA pada tanggal 31 Januari 2025. Namun, kenyataannya batas waktu tersebut hanya sampai pukul 15.00 WITA pada hari yang sama. Akibat kesalahan ini, data 148 siswa tidak berhasil terinput dengan tepat, yang berpotensi menghalangi mereka untuk mengikuti seleksi SNBP.
Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) SMAN 17 Makassar, Kartini Kurnia, mengungkapkan bahwa kesalahan ini terjadi akibat kelalaian dari operator yang bertugas. Menurut Kartini, operator yang bertugas seharusnya lebih teliti dalam memperhatikan detail, termasuk batas waktu yang tepat untuk mengisi PDSS. "Operator ini mengira pengisian data bisa dilakukan sampai malam hari, karena sebelumnya pengisian data biasanya sampai pukul 24.00 WITA. Namun, kali ini batasnya hanya sampai sore," ujarnya.
Kartini mengakui kesalahan ini sebagai kelalaian dari pihak sekolah, yang tidak memperhitungkan dengan cermat waktu yang telah ditentukan. Meskipun operator sudah mengetahui bahwa deadline adalah 31 Januari, ia tidak memperhatikan waktu yang tepat, yang akhirnya berakibat fatal bagi 148 siswa yang terancam kehilangan kesempatan untuk ikut dalam seleksi nasional.
Dampak bagi Siswa dan Aksi Mogok Belajar
Akibat dari kesalahan ini, ratusan siswa yang menjadi korban merasa sangat kecewa. Sebagai bentuk protes, sekitar 300 siswa kelas XII melakukan aksi mogok belajar. Mereka menuntut agar pihak sekolah bertanggung jawab dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengikuti SNBP. Para siswa ini merasa bahwa mereka tidak seharusnya menjadi korban kelalaian sistem di sekolah, yang justru dapat memengaruhi masa depan pendidikan mereka.
Aksi mogok belajar ini menggambarkan betapa besarnya dampak yang ditimbulkan oleh kesalahan administratif yang seharusnya dapat dihindari. Siswa-siswa yang seharusnya memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi terancam kehilangan peluang hanya karena masalah teknis yang tidak mereka kontrol. Selain itu, para siswa juga mendesak agar pihak berwenang melakukan investigasi terhadap sistem internal SMAN 17 Makassar yang dianggap tidak harmonis, dan memeriksa apakah ada faktor lain yang menyebabkan kelalaian ini.
Tuntutan terhadap Pihak Sekolah dan Pemerintah
Aksi mogok belajar yang dilakukan oleh para siswa menunjukkan ketidakpuasan mereka terhadap penanganan masalah ini oleh pihak sekolah. Selain menuntut hak mereka untuk bisa ikut serta dalam seleksi SNBP, para siswa juga mendesak agar pihak yang bertanggung jawab, baik itu pihak sekolah maupun pemerintah, segera melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah ini.
Mereka berharap agar kesempatan mereka untuk mengikuti SNBP tidak hilang begitu saja hanya karena kesalahan administrasi yang dapat diperbaiki. Selain itu, mereka juga menginginkan agar pihak berwenang melakukan evaluasi terhadap prosedur pengisian PDSS dan memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Para siswa dan orang tua berharap agar ada solusi yang adil bagi semua pihak yang terlibat dalam kasus ini. Di sisi lain, pihak sekolah diharapkan dapat memperbaiki sistem pengelolaan administrasi agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali. Pendidikan adalah hak semua siswa, dan setiap kesempatan yang diberikan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi harus dijaga dengan baik.
Kasus ini juga menjadi pelajaran bagi sekolah-sekolah lainnya untuk lebih teliti dan berhati-hati dalam mengelola data penting, terutama yang berkaitan dengan akses ke pendidikan tinggi. Kesalahan kecil yang tampaknya sepele, seperti tidak mematuhi waktu pengisian data, dapat berakibat fatal bagi masa depan para siswa yang mengandalkan sistem ini untuk melanjutkan pendidikan mereka. Sebagai masyarakat, kita harus memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan yang adil dan setara untuk mengejar cita-citanya, tanpa ada hambatan yang tidak perlu.