Menimbang Permanensi Stairlift di Borobudur: Inklusivitas atau Kontroversi?

28 May 2025 16:20 WIB
kepala-pco-hasan-nasbi-1747643523595_169.jpeg

Kuatbaca - Rencana awal pembangunan stairlift di Candi Borobudur sejatinya hanya bersifat sementara. Namun, usulan untuk menjadikannya fasilitas permanen mulai mengemuka. Dorongan ini berasal dari sejumlah kalangan, termasuk komunitas Buddhis dan para pemerhati kebudayaan yang melihat pentingnya aksesibilitas yang lebih luas ke situs warisan dunia itu.

Hasan Nasbi, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), menegaskan bahwa masukan tersebut tidak datang dari satu pihak saja. Sebaliknya, ada dorongan kolektif dari berbagai kelompok yang memiliki kepedulian terhadap pelestarian dan aksesibilitas Borobudur. Mereka menginginkan agar semua lapisan masyarakat, termasuk mereka yang lanjut usia dan penyandang disabilitas, tetap memiliki kesempatan untuk menikmati keagungan warisan sejarah ini.

Menjadikan Candi Borobudur Lebih Inklusif

Candi Borobudur, sebagai monumen Buddha terbesar di dunia, bukan hanya simbol keagamaan, tetapi juga pusat sejarah, kebudayaan, dan pariwisata nasional. Dalam konteks kekinian, tuntutan terhadap inklusivitas di situs-situs budaya menjadi semakin penting. Banyak situs bersejarah dunia seperti Acropolis di Yunani atau Colosseum di Italia telah menerapkan teknologi aksesibilitas agar pengunjung dengan keterbatasan fisik tetap bisa menjelajahi area penting mereka.

Hasan menekankan bahwa prinsip inklusivitas ini harus menjadi pertimbangan utama. Dalam pandangannya, mengizinkan akses yang lebih luas bukan berarti mengorbankan nilai sejarah, asalkan dilakukan dengan perencanaan dan pendekatan yang tepat. Stairlift, sebagai solusi teknologi, dianggap mampu menjawab kebutuhan itu—tentu jika dirancang secara bijaksana dan dengan memperhatikan kaidah konservasi.

Masih Tahap Usulan, Keputusan Ditentukan Lewat Rapat

Meski wacana ini mulai ramai diperbincangkan, Hasan Nasbi menekankan bahwa keputusan akhir belum diambil. Hingga saat ini, permanensi stairlift masih sebatas usulan. Untuk menindaklanjutinya, diperlukan rapat bersama antara Kementerian Kebudayaan, Dewan Cagar Budaya, dan pengelola situs Borobudur. Forum ini akan menjadi ajang diskusi dan pertimbangan semua aspek, dari teknis pelestarian hingga dampak sosial budaya.

Rapat tersebut diharapkan tidak hanya mempertimbangkan aspek fungsionalitas, tetapi juga nilai estetika, sejarah, dan kearifan lokal yang melekat pada Borobudur. Kompromi antara pelestarian dan modernisasi menjadi kunci agar peninggalan ini tetap terjaga tanpa menutup diri dari kemajuan teknologi dan kebutuhan masyarakat modern.

Proyek Awal untuk Kunjungan Kenegaraan

Adanya stairlift sendiri awalnya dipersiapkan sebagai fasilitas untuk menyambut kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron bersama Presiden Indonesia Prabowo Subianto. Pemerintah saat itu membangun akses berupa jalur datar sebagai alternatif tangga untuk menuju lantai 4 Borobudur, kemudian dilanjutkan dengan stairlift menuju puncak candi. Proyek ini dilakukan secara hati-hati dan disebut tidak merusak struktur asli situs.

Namun setelah digunakan, fasilitas tersebut ternyata menuai banyak tanggapan positif dari berbagai kalangan. Mereka melihat manfaat nyata dari alat bantu tersebut, terutama dalam konteks pariwisata inklusif. Maka dari situ, ide untuk menjadikannya bagian permanen dari infrastruktur Borobudur mulai berkembang.

Borobudur menghadapi tantangan besar sebagai situs kuno yang menjadi objek wisata global. Setiap tahunnya, ribuan wisatawan datang mengunjungi, dan kebutuhan akan kenyamanan serta aksesibilitas menjadi semakin menonjol. Namun, sebagai cagar budaya, intervensi terhadap struktur fisik Borobudur harus dilakukan secara ekstra hati-hati.

Di sinilah tantangan utama berada: bagaimana menghadirkan fasilitas modern tanpa menggerus nilai-nilai warisan budaya? Dalam hal ini, peran para ahli konservasi, arkeolog, dan pemangku kepentingan budaya menjadi sangat penting untuk memastikan setiap kebijakan tetap mengedepankan pelestarian jangka panjang.

Apakah stairlift akan menjadi bagian tetap dari Borobudur? Jawabannya masih menunggu hasil rapat dan evaluasi mendalam. Namun satu hal yang jelas, arah kebijakan ini mencerminkan semangat baru dalam pengelolaan situs budaya: bahwa warisan sejarah bukan hanya untuk dikenang, tetapi juga untuk dibagikan kepada semua orang, tanpa terkecuali.

Langkah ini bisa menjadi preseden penting dalam pengelolaan situs budaya lainnya di Indonesia, dengan prinsip keterbukaan dan inklusivitas sebagai fondasi. Yang perlu dijaga adalah bagaimana modernisasi dilakukan tanpa melupakan akar sejarah dan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan selama berabad-abad.

sosial budaya

Fenomena Terkini






Trending