Kuat-BacaKuatBaca
Kuat-BacaKuatBaca
  1. Home
  2. Telik
KuatBaca-footerKuatBaca

Kategori

    Tentang Perusahaan

    • Susunan Redaksi
    • Pedoman Media Siber
    • Tentang Kami

    Hubungi Kami

    Download on App StoreDownload on Google Play

    Ikuti Kuatbaca.com di media sosial

    © 2025 Kuatbaca.com | All Rights Reserved

    Aborsi Dilegalkan, Klinik Ilegal Tetap Marak

    19 June 2025 15:15 WIB·39
    cover web - ABORSI DILEGALKAN, KLINIK ILEGAL TETAP MARAK - Aditya Firmansyah.jpg

    “Ditetapkannya PP No.28/2024 yang mengatur aborsi bersyarat diharapkan dapat menekan praktik aborsi ilegal. Saat ini, banyak klinik ilegal yang beroperasi tanpa memperhatikan risiko medis. Apalagi, tingginya angka aborsi di Indonesia menjadi perhatian utama.” 

    Di Jakarta, masih banyak klinik ilegal yang menerima layanan aborsi. Investigasi Kuatbaca.com menemukan klinik aborsi ilegal di Jakarta. Penelusuran dimulai dari Facebook dan dilanjutkan dengan kontak langsung kepada empat klinik yang menawarkan layanan aborsi dengan berbagai metode.

    Klinik ilegal di Jakarta mematok harga bervariasi, tergantung usia kandungan dan metode yang digunakan. Salah satu klinik di Jl. Raden Saleh yang menerima layanan tindakan aborsi dengan ketentuan usia kandungan maksimal tiga bulan. Biaya yang dikenakan ditentukan dari usia kehamilan, semakin besar kehamilan semakin besar biaya tindakan. Jika usia kandungan lebih dari tiga bulan, mereka akan merekomendasikan klinik lain yang juga berada di Raden Saleh. Klinik yang direkomendasikan tersebut dapat menerima layanan usia kehamilan maksimal 26 minggu atau hampir usia kandungan genap tujuh bulan dengan syarat menunjukkan hasil USG bayi dalam kandungan.

    Klinik selanjutnya bernama “Aborsi Jakarta” yang mematok biaya Rp4 juta untuk praktik aborsi menggunakan metode vacuum dan cairan induksi ke dalam alat kelamin selama 45 menit. Layanan dilengkapi fasilitas kamar, perawatan, dan obat-obatan yang dikonsumsi pasca aborsi. Pihak yang bersangkutan tak berkenan memberikan lokasinya kecuali proses pembayaran sudah dilunasi. 

    Kuatbaca juga menemukan klinik yang jauh lebih murah sebesar Rp600 ribu - Rp1 juta, namun mereka menggunakan metode yang sangat riskan dengan memberikan obat-obatan yang mereka klaim aman bagi kesehatan pasien. Klinik membatasi usia kandungan maksimal tujuh bulan.

    Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan menjadi regulasi terbaru yang mengatur tentang aborsi bersyarat. Pasien harus menunjukkan surat keterangan dari dokter terkait usia kehamilan dan oleh penyidik mengenai dugaan perkosaan.

    Pada tahun sebelumnya juga terbit Undang-undang No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pada Pasal 463 juga mengatur bahwa aborsi bisa dilakukan pada perempuan yang merupakan tindak pidana pemerkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain. Syarat umur kehamilan tidak melebihi 14 minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis.

    Regulasi ini, mengubah aturan sebelumnya yaitu batas usia maksimal tindakan aborsi 40 hari atau enam minggu, yang tertuang dalam Pasal 31 PP No.61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

    Selain itu pasien harus dirawat fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut dibantu oleh tenaga medis berkompeten, serta diberikan pendampingan sebelum dan setelah aborsi. Praktik tersebut juga harus disetujui korban, jika tidak ia harus didampingi selama kehamilan hingga pasca persalinan. 

    Jika melanggar, berdasarkan Pasal 428 Undang-undang No.1 Tahun 2023, setiap pihak melakukan praktik aborsi akan dipidana penjara paling lama lima tahun dengan persetujuan atau 12 tahun tanpa kesepakatan dari pasien perempuan. Hukuman pidana tersebut juga dapat bertambah 8-15 tahun penjara jika menyebabkan kematian.

    Kemudian di pasal 429 Undang-undang No.1 Tahun 2023, jika yang menjadi pelaku pelanggaran praktik aborsi adalah tenaga kesehatan maka hukumannya akan ditambah sepertiga dari jumlah pidana yang tercantum di Pasal 428.

    Tingginya Angka Aborsi di Indonesia

    Banyaknya klinik aborsi ilegal menunjukkan tingginya permintaan di masyarakat. Laporan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan tingginya angka aborsi sebesar 2,4 juta setiap tahunnya, dan 700 ribu kasus (29,1%) diantaranya dialami oleh remaja. 

    Tingginya angka aborsi juga diiringi oleh jumlah kasus pemerkosaan di Indonesia. Data BPS mengungkap angka kekerasan seksual dan pencabulan mencapai lebih dari empat ribu kasus setiap tahun, paling banyak di angka 6.872 pada 2020.

    Menurut Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, maraknya kasus aborsi dipicu oleh hubungan tidak sehat pasangan di luar nikah yang memicu marriage by accident (MBA). Pernyataan BKKBN itu selaras dengan data maraknya hubungan seks usia dini di luar nikah.

    Data hasil riset dari Kemenkes RI dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2017 menemukan 62,7% remaja berusia 15-19 tahun di Indonesia sudah pernah melakukan hubungan seksual. 21% di antaranya pernah melakukan aborsi, dan angka itu meningkat jika dibandingkan dengan periode tahun 2013 di angka 43%. 

    Kemudian, laporan State of World Population (SWoP), 40 dari 1000 wanita di Indonesia usia 15-49 tahun mengalami kehamilan tak terencana (unintended pregnancies). 

    Sumber: Ipsos

    Meski angka aborsi terbilang tinggi, namun data Ipsos menunjukkan 74% masyarakat Indonesia menolak legalisasi aborsi, termasuk pada kasus pemerkosaan. Persentase merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan 10 negara lainnya termasuk Malaysia, Afrika Selatan, India, dan Brazil.

    Regulasi Aborsi di Negara Lain 

    Legalisasi aborsi bukanlah barang baru di sektor medis. Sejumlah negara yang mengedepankan Hak Asasi Manusia (HAM) sudah lebih dulu menetapkan regulasi terkait hal tersebut, kecuali di China yang tidak melarang adanya praktik aborsi.

    Regulasi aborsi bervariasi di setiap negara. Di Amerika Serikat (AS), masing-masing negara bagian memiliki regulasi yang berbeda mengenai praktik aborsi. 25 negara bagian melarang aborsi di usia kehamilan lebih dari enam minggu. Tiga negara bagian melarang jika usia kehamilan 12-13 minggu. Dua negara bagian melarang jika usia kehamilan 15-18 minggu. 20 negara bagian melarang jika usia kehamilan pada trimester ketiga. Sementara delapan negara bagian sisanya melegalkan tanpa ada batasan usia.

    Peraturan ketat juga diterapkan di Eropa, misalnya Inggris yang memperbolehkan aborsi di bawah usia kehamilan 24 minggu, yaitu jika dapat membahayakan fisik maupun psikis ibu, atau dapat menimbulkan kelainan fisik dan mental pada anak. Syarat yang sama terjadi di Prancis, dimana aborsi efektif dibatasi setelah 14 minggu pasca pembuahan atau saat usia kehamilan sekitar 16 minggu.

    Beralih ke Asia, Jepang juga mengizinkan praktik aborsi jika usia kehamilan di bawah 22 minggu dengan seizin suami dan alasan medis. Kemudian di Malaysia, aborsi juga diperbolehkan dalam 120 hari pertama gestasi bilamana bertujuan menyelamatkan ibu hamil jika fisik atau mental berisiko dalam melanjutkan kehamilannya. 

    Melihat aturan aborsi di berbagai belahan negara, proporsi negara yang melegalkan tindakan ini dengan syarat batas usia kehamilan nyatanya lebih besar dibandingkan dengan tanpa syarat, yang juga disertai indikasi khusus, seperti kedaruratan medis atau korban perkosaan/kekerasan seksual.

    Dari banyaknya batas usia kehamilan untuk aborsi, apabila merujuk pada aturan sebelumnya, bisa dibilang Indonesia menjadi negara yang menentukan batas usia termuda sekitar 40 hari sebelum akhirnya diubah seperti yang tertuang pada KUHP, yang akhirnya memicu berbagai respons di tengah-tengah dilema daripada legalisasi aborsi itu sendiri.

    Kenyataannya isu aborsi menjadi isu krusial di banyak negara dan menimbulkan pro dan kontra dengan beragam sudut pandang. Sehingga, regulasi “legalisasi” aborsi tersebut diharapkan secara praktik dapat dijalankan dengan ketat. Namun yang lebih penting, regulasi aborsi harus diterapkan dengan ketat agar tidak membuka celah bagi penyalahgunaan maupun berkembangnya praktik ilegal.

    Oleh Gery Gugustomo
    Jurnalis :  Gery GugustomoEditor :  Jajang YanuarIllustrator :  Aditya FirmansyahInfografis :  Aditya Firmansyah