Kuat-BacaKuatBaca
Kuat-BacaKuatBaca
  1. Home
  2. Telik
KuatBaca-footerKuatBaca

Kategori

    Tentang Perusahaan

    • Susunan Redaksi
    • Pedoman Media Siber
    • Tentang Kami

    Hubungi Kami

    Download on App StoreDownload on Google Play

    Ikuti Kuatbaca.com di media sosial

    © 2025 Kuatbaca.com | All Rights Reserved

    Sambil Menyelam Minum (Air) Susu Ikan

    22 November 2024 13:54 WIB·377
    Sambil Menyelam Minum (Air) Susu Ikan_Telik_Page_1.jpg

    “Susu ikan diklaim sebagai alternatif susu sapi di program Makan Bergizi Gratis (MGB) Presiden Terpilih Prabowo Subianto mendapat resistensi dari sejumlah pihak. Dipertanyakan dari soal kandungan gizi hingga nilai keekonomian yang cenderung lebih mahal ketimbang susu sapi. Melihat kondisi ini susu ikan seperti pribahasa ‘kegedhen cagak kurang empyak’ banyak maunya tapi lupa pondasinya” 

    Belakangan susu ikan menjadi buah bibir di tengah masyarakat. Namanya yang unik memantik rasa penasaran, terlebih susu ikan digadang-gadang masuk dalam program Makan Bergizi Gratis Presiden terpilih Prabowo Subianto.

    Jika di artikan dalam bahasa Inggris, susu ikan menjadi fish milk. Akan tetapi, jika katanya dibalik akan mempunyai makna yang berbeda yakni milk fish, yang merupakan sebuah nama ilmiah dari jenis ikan yang mirip ikan bandeng (Chanos chanos). 

    Sebenarnya, terminologi susu ikan secara harfiah bukanlah sebuah susu yang diperah langsung dari hewan. Melainkan, sebuah minum protein dari produk turunan Hidrolisat Protein Ikan (HPI), lantaran bentuknya powder berwarna putih kemudian disematkan kata susu pada produk tersebut.

    Di tengah masifnya perbincangan, Tim Kuatbaca berkesempatan melihat langsung proses pembuatan susu ikan di pabrik PT. Berikan Bahari Indonesia yang terletak di Kecamatan Kandanghaur, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (18/9/2024).

    Bagaimana Susu Ikan Diproduksi?

    Tahapan pertama, pabrik melakukan pemilihan ikan yang kemudian dilebur di tungku besar yang didalamnya ada mesin penggiling. Kemudian Ikan yang tercacah dipindahkan ke dalam tungku berbeda untuk dipanaskan melalui proses hidrolisis. 

    Proses ini bertujuan untuk memisahkan protein ikan dari tulangnya. Hasil akhir dari tahap ini adalah likuid berprotein tinggi yang nantinya akan menjadi bahan utama susu ikan.

    Setelah itu, di-treatment lebih lanjut melalui spray dryer dengan motor dextrin, sehingga likuid menjadi powder. Dibutuhkan sekitar 12 jam sebuah proses produksi dari ikan menjadi produk yang disebut susu bubuk. 

    Bahan baku Ikan yang digunakan selama ini berjenis petek, sejenis ikan berukuran kecil dengan warna silver. Ikan petek merupakan jenis ikan yang masuk dalam katagori low fish economy. Artinya, ikan jenis ini bukan lah komoditas bernilai jual tinggi. Masyarakat pada umumnya mengolah ikan ini menjadi ikan asin.

    Beda Klaim dan Data

    Di samping itu, ketika ditanya soal kesiapan industri untuk memenuhi kebutuhan program MBG. Founder PT. Berikan Bahari Indonesia, Yogie Arry, mengklaim pabriknya dalam sehari mampu memproduksi 1 ton susu ikan dengan bahan baku sebanyak 2 ton ikan. 

    “Untuk pabrik kita yang di Indramayu, kita mampu memproduksi 30 ton per bulan atau sehari 1 ton susu ikan,” ujar Yogie kepada kuatbaca.com, Rabu (18/9/2024).

    Selanjutnya, kata Yogie, apabila dikonversi menjadi susu siap minum dalam kemasan 120 ml, maka pabriknya mampu memproduksi 3,5 juta botol per bulan. Angka tersebut, dapat diasumsikan mampu memenuhi kebutuhan 167.000 anak atau jika disimulasikan mampu menjangkau kebutuhan anak di Kabupaten Indramayu.

    “Jadi kalau misalnya kita konversikan dalam bentuk susu siap minum dengan 120ml, itu kita bisa memproduksi sekitar 3,5 juta botol dalam sebulan, yang mana mampu memenuhi 167.000 anak atau jika disimulasikan mampu menjangkau kebutuhan anak di Kabupaten Indramayu,” lanjutnya.

    Pernyataan Yogie bak mimpi di siang bolong, faktanya klaimnya yang ia sebutkan berbeda dari data BPS. 

    Data BPS 2023, mencatat jumlah anak di Kabupaten Indramayu sebanyak 449.800 orang atau sekitar 23,26% dari jumlah penduduk sebanyak 1,27 juta orang. Dengan kata lain, klaim Yogie hanya mampu memenuhi kebutuhan anak di Kabupaten Indramayu sebesar 37,19% dari jumlah yang ada.

    Lebih dari itu, jika pengadaan susu ikan ini bertujuan menjadi alternatif susu sapi yang tidak bisa memenuhi kebutuhan di Program MBG. Nampaknya, tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.

    Jauh sebelumnya, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas mengungkapkan total penerima manfaat dari program MBG sebanyak 15,42 juta yang terdiri dari anak sekolah, santri, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita di 514 kabupaten atau kota.

    "Makanan bergizi gratis di sekolah dan pesantren, serta bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil dengan sasaran 15,42 juta jiwa termasuk anak sekolah, santri, ibu hamil, ibu menyusui dan balita di 514 kabupaten atau kota, ini juga merupakan program quick win," kata Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas Scenaider Clasein Hasudungan Siahaan.

    Masih yakin Kembangin Susu Ikan?

    Belum terurainya benang kusut dari ketidakpastian industri, susu ikan sendiri mendapat resistensi dari berbabagai pihak. Sejumlah netizen di sosial media X/Twitter meluapkan cibiran hingga menyangkutpautkan dengan situasi politik.

    Akun bernama @MN_aliakbar mempertanyakan frasa susu yang ada di tubuh ikan. “Sempet bengong sebentar, emang ikan punya susu? Eh ternyata ... Kenapa ga d bilang minuman berprotein aja sih? kenapa harus susu ikan Atau biar lebih mudah d terima d masyarakat, kalo susu penyempurna gizi, 4 sehat + susu jadi sempurna,” tulisnya.

    Selanjutnya, akun bernama @tham878 menyinggung penyerangan terhadap susu ikan ada kaitannya dengan kondisi politik yang belum selesai yakni pasca Pilpres 2024 kemarin. “Katanya anak Abah (Pendukung Anies) pintar..masa susu ikan aja nggak tahu, mungkin susu beruang juga dikira dari beruang,” tulisnya.

    Tak hanya resistensi, para pakar juga mengkritisi pengadaan susu ikan yang dinilai dipaksakan. Ada dua point yang disoroti, pertama, mengenai gizi yang terkandung di dalam produk susu ikan, dan kedua, dari sisi nikai keekonomiannya.

    Dokter dan Ahli Gizi Masyarakat, Tan Shot menyatakan menolak inovasi dari ikan menjadi serbuk yang melalui proses ultra-processed food. Menurutnya, temuan baru ini masih dipertanyakan soal kadar gizi dan kebermanfaatannya bagi pertumbuhan anak.

    “Apakah rakyat kita itu lebih bisa menerima ikan presmol, ikan acar kuning, atau bubuk yang dipaksakan (susu ikan-RED). Bicara tentang affordability, jangan sampai kita menyelesaikan masalah dengan masalah baru karena kita bicara tentang pemrosesan lebih mahal daripada ikan ditangkap terus dimakan dalam bentuk ikan bakar,” kata Tan Shot Yen.

    Senada dengan itu, Dokter Spesialis Gizi Jovita Amelia menyampaikan meski ini inovasi anak bangsa, aspek dari sisi efek negatif dari produk ini juga perlu dipertimbangkan. Apalagi, sebagai sebuah produk ekstraksi, ikan sebagai bahan baku memiliki perbedaan unsur gizi dibandingkan dengan produk similar dengan susu sapi. 

    Terutama, soal penambahan perasa lain untuk menjadikan rasa yang mirip seperti susu. Meskipun, susu ikan memiliki beberapa keunggulan yang lebih dibanding susu sapi, seperti kandungan Omega, EPA, dan DHA. 

    “Jika tujuannya untuk meningkatkan asupan protein, maka, bisa dengan meningkatkan asupan protein hewani dan nabati, tanpa perlu susu. Produk ikan seperti ini bisa diberikan sebagai alternatif jika ada alergi laktosa. Tetapi kalau (produk olahan) berkadar gula tinggi tentu kurang baik, karena bisa memicu obesitas. Kandungan kalori kecil juga tidak dapat diberikan bagi konsumen malnutrisi,” kata Jovita kepada Kuatbaca.com melalui pesan teks.

    Sebenarnya, mengenai masalah gizi suatu produk turunan HPI sudah diteliti oleh peneliti perikanan IPB, Tati Nurhayati sejak tahun 2007. Dalam naskah akademik yang berjudul “Karakteristik Hidrolisat Protein Ikan Selar (Caranx leptolepis) yang Diproses Secara Enzimatis” mengemukakan ikan selar sebagai bahan baku layak untuk diolah melalui proses hidrolisis karena mempunyai kandungan protein cukup tinggi.

    Sementara jika mengutip komposisi pada kemasan Surikan produk dari PT. Berikan Bahari Indonesia, serta dibandingkan dengan produk susu di pasaran. Diketahui ada plus-minus kandungan gizinya sebagai berikut.

    Perbandingan Kandungan Gizi Susu Ikan Dan Susu Sapi Takaran 35 gr

    Susu Ikan Lebih Mahal Ketimbang Susu Sapi

    Sementara itu jika dilihat dari sisi nilai keekonomian, produk susu ikan cenderung lebih mahal ketimbang susu sapi produksi dalam negeri. Berdasarkan pantauan penjualan di e-Commerce, produk Surikan dibandrol dengan harga Rp126.000 per 350 gr. 

    Sedangkan produk susu seperti Syifamilk dibanderol Rp49.500 per 550gr atau produk susu formula yang sudah tersegmentasi pada anak dengan harga di bawah Rp100.000 per kemasan 700 gr.

    Lebih parahnya lagi, sejak pengembangan pertama pada tahun 2017 hingga pada tahun 2023 sudah dipasarkan, produk ini tak Surikan belum memiliki surat ijin layak edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) .

    Melihat harganya yang tidak masuk akal, Ekonom Piter Abdullah Redjalam menilai sebaikanya pemenuhan kebutuhan susu untuk program MBG bukanlah dari inovasi susu ikan. Melainkan, mengeluarkan kebijakan inpor susu sapi dari negara lain.

    “Saya nggak setuju dengan susu ikan karena itu bisa membubarkan rencana besar dari program makan bergizi gratis, yakni mendorong pemberian nutrisi yang cukup bagi anak-anak dan mengurangi stunting dan dapat memberikan efek rambatan ekonomi dengan melibatkan banyak UMKM,” ungkap Piter, kepada wartawan Kuatabaca.com, Kamis (26/9/2024).

    Meski demikian Piter menilai penggunaan susu dari olahan masih layak digunakan, tetapi sifatnya solusi jangka pendek. Jika digunakan dalam jangka panjang, lebih baik berfokus pada pengembangan dan peningkatan skala industri susu dari yang ada saat ini.

    “Jadi kalau kita impor sapinya, kemudian sapinya kita bagi-bagikan kepada peternak, kita memunculkan peternak-peternak yang unggul, pada setahun-dua tahun ke depan kita sudan bisa punya produk susu sendiri,” terang dia.

    Selaras dengan Piter, Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono menyebut sudah ada 46 perusahaan telah berkomitmen untuk mengimpor sapi sebanyak 1,3 juta ekor untuk program MBG. Jumlah perusahaan itu naik dari sebelumnya tercatat ada 36 perusahaan yang berkomitmen melalukan importasi.

    "Kami sampaikan kita sudah ada 46 perusahaan yang siap berkomitmen impor sapi hidup, tentunya ini naik dari angka sebelumnya yakni 36 perusahaan,” ujar Sudaryono.

    Lebih lanjut, kata Sudaryono, komitmen kerja sama dengan 46 perusahaan ini di program MBG bersifat investasi. Dengan kata lain, negara tidak perlu lagi merogoh kocek APBN.

    “Kerja sama mengimpor sapi hidup yang sifatnya investasi. Jadi kita tidak mengeluarkan APBN kita. Dari 46 itu ada beberapa perusahaan yang joint venture di Indonesia yang berkolaborasi atau perusahaannya Australia,” lanjutnya.

    Melihat kondisi seperti diatas bisa diakatakan susu ikan seperti pribahasa ‘kegedhen cagak kurang empyak’ banyak maunya tapi lupa pondasinya. Ada sapi malah pilih ikan, belum pasti eh.. sudah dipasarkan.

    Oleh Ahmad Hendy Prasetyo
    Jurnalis :  Ahmad Hendy PrasetyoEditor :  Jajang YanuarIllustrator :  Adira Safriyani KuncahyoInfografis :  Adira Safriyani Kuncahyo