Aura Cinta Mengungkap Keresahan Warga Pasca Penggusuran Rumah

Kuatbaca - Nama Aura Cinta mendadak viral setelah video curhatnya mengenai penggusuran rumah yang terjadi di Cikarang, Bekasi Laut, menjadi perbincangan hangat di kalangan warganet. Dalam video tersebut, Aura dengan penuh emosi mengungkapkan keresahan warga yang kehilangan tempat tinggal mereka tanpa mendapatkan kompensasi apapun. Penggusuran yang dilakukan tanpa pemberitahuan atau ganti rugi ini memicu kegelisahan besar di antara para korban yang merasa kebingungan dan terpinggirkan.
Aksi Spontan Aura Cinta yang Menginspirasi
Sebagai seorang remaja yang kini hampir berusia 20 tahun, Aura mengaku bahwa video yang ia buat itu merupakan inisiatif pribadinya. Ia merasa prihatin melihat kesulitan masyarakat sekitar yang tidak hanya kehilangan rumah, tetapi juga terpaksa berjuang keras untuk mencari tempat tinggal baru dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Aura merasa terpanggil untuk berbicara, meskipun tahu bahwa itu akan berisiko.
"Awalnya saya hanya ingin agar pihak berwenang bisa notice dan memahami kesulitan warga. Saya membuat video ini secara spontan karena melihat banyak orang bingung, tidak tahu harus mencari makan dari mana, dan harus tinggal di mana setelah rumah mereka digusur," ujar Aura saat ditemui di rumah kontrakannya di Cikarang, Kabupaten Bekasi.
Tindakan berani Aura itu akhirnya membuahkan hasil. Tak lama setelah videonya viral, ia mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, termasuk Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat. Bahkan, pertemuan antara Aura dan Dedi Mulyadi sempat memicu diskusi panas terkait penggusuran dan kebijakan larangan wisuda di sekolah-sekolah Jawa Barat. Aura berharap bahwa pertemuan tersebut bisa menjadi momentum untuk memperjuangkan keadilan bagi korban penggusuran.
Dukungan Keluarga Aura dalam Perjuangannya
Tindakan yang diambil Aura bukan hanya murni dari dirinya sendiri, tetapi juga mendapat dukungan penuh dari keluarganya. Ibunya, Wahyu, mengungkapkan bahwa anaknya merasa terpanggil setelah melihat kebingungan warga sekitar yang tak tahu harus berbuat apa. Masyarakat yang kehilangan rumah dan kesulitan memenuhi kebutuhan dasar, seperti makan, menjadi alasan kuat mengapa Aura merasa harus bertindak.
“Dia melihat orang-orang sekitar bingung, susah cari makan, dan kehilangan tempat tinggal. Hatinya tergerak untuk berbicara mewakili mereka. Aura merasa harus melakukan sesuatu,” kata Wahyu, ibu Aura.
Ayahnya, Agus, menambahkan bahwa video yang dibuat Aura telah menjadi titik balik perhatian pemerintah terhadap nasib 31 kepala keluarga yang terdampak penggusuran. Sebelum video tersebut viral, tidak ada kompensasi atau perhatian dari pihak berwenang terhadap mereka yang terdampak. Agus merasa bahwa jika tidak ada aksi dari Aura, mungkin tidak ada perhatian terhadap masalah ini.
“Jika Aura tidak membuat video itu, mungkin Dedi Mulyadi dan pemerintah tidak akan memperhatikan nasib warga yang digusur. Sekarang mereka bisa mendapatkan perhatian, bahkan bantuan kerohiman,” ungkap Agus.
Mengharapkan Proses Musyawarah yang Adil
Melalui video dan pertemuan dengan Dedi Mulyadi, Aura berharap kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Ia mengusulkan agar setiap keputusan terkait penggusuran atau pemindahan warga dapat melalui musyawarah dengan melibatkan para korban secara langsung. Dengan cara ini, prosesnya bisa lebih adil dan memberikan rasa aman bagi mereka yang terdampak.
“Saya harap korban penggusuran ke depannya bisa lebih terlibat dalam musyawarah sebelum tindakan dilakukan. Ini penting agar tidak ada lagi yang merasa kehilangan hak mereka tanpa kejelasan,” tambah Aura. “Saya ingin agar setiap langkah bisa lebih mengayomi masyarakat dan memberikan rasa keadilan.”
Namun, perjalanan Aura dalam memperjuangkan hak-hak warga yang digusur tidaklah mudah. Setelah pertemuannya dengan Dedi Mulyadi, Aura mengaku mendapat banyak hujatan dari netizen. Banyak yang tidak mengerti tujuan sebenarnya dari video yang ia buat, yang awalnya bertujuan untuk menyuarakan masalah penggusuran, tetapi malah beralih ke topik larangan wisuda.
“Tujuan saya dari awal hanya untuk membicarakan penggusuran, tapi malah berujung pada debat tentang wisuda. Mungkin orang lebih tertarik pada topik itu, tapi saya merasa terjebak dengan keadaan,” kata Aura, yang juga dikenal sebagai pemain pendukung dalam beberapa sinetron.
Ayah Aura, Agus, merasa prihatin dengan hujatan-hujatan yang diterima anaknya. Ia berusaha mengambil sisi positif dari situasi ini dan mendukung penuh perjuangan Aura. “Saya tetap mendukung apa yang dilakukan Aura, meskipun banyak yang tidak mengerti niatnya. Yang penting, dia sudah berani berbicara untuk orang-orang yang terpinggirkan,” ujar Agus.
Bagi Aura, rumah yang digusur bukan hanya sekadar bangunan fisik. Itu adalah tempat yang penuh kenangan, tempat ia tumbuh dan menjalani kehidupan selama hampir dua dekade. Rumah itu adalah bagian dari dirinya, tempat ia dilahirkan dan dibesarkan. Aura mengaku sering merasa sedih dan menangis setelah peristiwa penggusuran tersebut.
“Rumah itu banyak kenangannya. Saya lahir di sana pada tahun 2005, dan hingga sekarang, hampir 20 tahun tinggal di situ. Banyak momen yang tak terlupakan, jadi wajar kalau saya merasa sangat kehilangan,” ujar Aura dengan suara pelan.
Video yang dibuat Aura dan keberaniannya untuk berbicara mewakili warga yang terdampak penggusuran ini menginspirasi banyak orang untuk lebih peduli terhadap masalah sosial yang seringkali terabaikan. Meskipun menghadapi banyak rintangan dan kritik, Aura tetap bertekad untuk memperjuangkan keadilan bagi mereka yang tidak memiliki suara.