Berapa Hari Takbiran Idul Adha? Ini Penjelasan Lengkapnya

Kuatbaca.com-Menjelang perayaan Idul Adha, suasana penuh kekhusyukan mulai terasa di berbagai penjuru. Salah satu ibadah yang menyemarakkan hari besar umat Islam ini adalah takbiran, yaitu melafalkan kalimat-kalimat yang mengagungkan Allah SWT. Takbir menjadi simbol kebesaran dan keagungan Ilahi yang menggema dari masjid hingga pelosok kampung.
Namun, seringkali muncul pertanyaan di tengah masyarakat: sampai kapan takbiran Idul Adha boleh dilaksanakan? Pertanyaan ini penting agar umat bisa menjalankan ibadah dengan pemahaman yang benar. Selain itu, mengetahui batas waktu takbiran juga membantu dalam menjaga kekhusyukan dan semangat ibadah selama hari-hari suci tersebut.
Idul Adha dikenal sebagai hari raya besar kedua dalam Islam yang dirayakan setiap 10 Dzulhijjah. Pada momen ini, selain ibadah kurban dan salat ied, takbiran menjadi amalan sunnah yang sangat dianjurkan. Lalu, bagaimana ketentuan dan durasi takbiran dalam Islam, khususnya saat Idul Adha?
Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita telaah lebih lanjut ketentuan takbiran berdasarkan tuntunan syariat dan sumber-sumber ulama terkemuka.
1. Takbiran Dimulai dari Malam Idul Adha hingga Akhir Hari Tasyrik
Takbiran Idul Adha dimulai sejak malam tanggal 9 Dzulhijjah, tepatnya setelah matahari terbenam yang menandai masuknya malam 'Id, hingga tanggal 13 Dzulhijjah, yakni saat hari tasyrik terakhir. Artinya, umat Islam diberikan waktu selama lima hari penuh untuk menggemakan takbir sebagai bentuk syukur dan pengagungan kepada Allah SWT.
Jenis takbir dalam Idul Adha terbagi dua, yaitu takbir mursal dan takbir muqayyad. Takbir mursal adalah takbiran yang dilakukan kapan saja di luar waktu salat, sementara takbir muqayyad adalah takbiran yang dibaca setelah menunaikan salat wajib. Keduanya merupakan amalan sunnah yang sangat dianjurkan.
Dalam praktiknya, takbir muqayyad mulai dikumandangkan sejak salat Subuh tanggal 9 Dzulhijjah (hari Arafah), dan terus dilanjutkan setelah setiap salat fardu hingga salat Asar tanggal 13 Dzulhijjah. Artinya, selama lima hari penuh, umat Islam dianjurkan untuk senantiasa menghidupkan suasana takbir dalam setiap aktivitas.
Ulama mazhab Syafi’i, termasuk Imam An-Nawawi dan Syekh Muhammad ibn Qasim Asy-Syafi’i, memberikan landasan kuat mengenai pentingnya memperbanyak takbiran selama hari-hari tersebut. Ini menjadi bagian dari bentuk ibadah yang menunjukkan rasa tunduk, syukur, dan penghambaan kepada Allah SWT.
2. Bacaan Takbiran yang Dianjurkan Umat Muslim
Lafal takbir yang umum dikenal di kalangan umat Islam adalah:
"Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, La ilaha illallah, Wallahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamd."
Artinya, "Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar dan segala puji bagi Allah."
Bacaan ini tidak hanya dikumandangkan di masjid, tetapi juga di rumah, jalanan, bahkan pusat-pusat keramaian dengan tetap menjaga adab dan ketertiban. Semangat takbir membangkitkan suasana religius yang hangat dan penuh persaudaraan antarumat Islam.
Ada juga versi yang lebih panjang dan disertai zikir tambahan, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits, yang berbunyi:
"Allahu Akbar kabira, walhamdu lillahi katsira, wa subhanallahi bukratan wa asila..."
Lafal ini kerap dikumandangkan oleh jamaah yang mendalami sunnah Rasulullah, sebagai bentuk upaya meneladani jejak beliau dalam mengagungkan nama Allah di hari-hari suci.
Melantunkan takbir bukan sekadar formalitas seremonial, melainkan menjadi sarana mempertebal keimanan dan mengajak seluruh anggota keluarga untuk ikut merasakan kehangatan spiritual Idul Adha.
3. Hikmah Takbiran dalam Merawat Spirit Idul Adha
Takbiran memiliki makna yang sangat mendalam. Ia menjadi media untuk merenungkan kebesaran Allah, mengingatkan umat pada nilai-nilai keikhlasan dan pengorbanan yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.
Selain itu, lantunan takbir juga menjadi penanda kemenangan rohani setelah umat menyempurnakan ibadah di hari Arafah dan Idul
Adha. Gemuruh takbir adalah gema syukur dari umat yang telah melalui berbagai perjuangan dalam menjalankan ajaran agama.
Dalam kehidupan modern, di mana masyarakat disibukkan oleh aktivitas duniawi, takbiran mengajarkan kita untuk kembali menunduk dan berserah diri kepada Sang Pencipta. Ia mengingatkan bahwa segala sesuatu adalah milik Allah dan hanya kepada-Nya kita menyandarkan harapan.
Takbiran pun menciptakan suasana ukhuwah Islamiyah, mempererat hubungan antarwarga, dan menjadi bagian dari syiar Islam yang menenangkan hati serta menguatkan semangat umat dalam menjalani hari-hari penuh berkah.
4. Takbir: Simbol Pengingat Akan Ketundukan Manusia
Dalam pelaksanaannya, takbiran tidak memerlukan tempat khusus. Bisa dilakukan di masjid, musala, rumah, bahkan di perjalanan menuju lokasi salat Id. Yang terpenting adalah keikhlasan hati dan ketundukan dalam melafalkannya.
Bagi umat Islam, takbiran bukan hanya amalan lisan, melainkan juga ungkapan jiwa yang menyadari betapa kecilnya manusia di hadapan Sang Pencipta. Di tengah gemerlap dunia, gema takbir adalah panggilan untuk kembali pada nilai-nilai spiritual dan kesederhanaan.
Takbir juga menjadi penyeimbang kehidupan sosial, di mana semua kalangan—kaya dan miskin, tua dan muda—bersatu dalam seruan yang sama: mengagungkan Allah. Inilah esensi dari Idul Adha, sebuah hari raya yang sarat dengan makna pengorbanan, keimanan, dan ketakwaan.
Maka, mari manfaatkan waktu-waktu takbiran sebaik mungkin. Isi hari-hari Idul Adha dengan gema takbir yang tulus dari hati, sebagai bentuk syukur atas segala nikmat dan pengingat bahwa hidup ini hanyalah titipan yang harus dijalani dengan penuh keimanan.