Kasus Korupsi Dana CSR BI: Dua Anggota DPR Absen dari Pemeriksaan KPK, Ada Apa?

1. Absennya Dua Anggota DPR dari Panggilan KPK
Kuatbaca.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi dana tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia. Dua anggota DPR RI dari Komisi XI, yakni Wakil Ketua Komisi XI Fauzi Amro dan anggota Charles Meikyansah, dijadwalkan hadir sebagai saksi pada Rabu, 30 April 2025. Namun keduanya tidak hadir dengan alasan sedang menjalankan tugas kunjungan kerja yang sudah dijadwalkan sebelumnya.
2. Permintaan Penjadwalan Ulang oleh DPR
Melalui konfirmasi resmi, kedua politisi dari Fraksi Partai NasDem tersebut menyampaikan permintaan penjadwalan ulang kepada KPK. Jubir KPK, Tessa Mahardhika, mengonfirmasi bahwa ketidakhadiran mereka disampaikan secara sah. KPK masih menunggu jadwal baru yang disepakati, dengan tetap memegang prinsip keterbukaan dan integritas dalam proses hukum.
3. Konsekuensi Jika Saksi Tak Hadir Dua Kali
KPK memiliki aturan yang tegas bagi saksi yang dua kali tidak menghadiri panggilan pemeriksaan tanpa alasan sah dan dapat dibenarkan secara hukum. Dalam kasus seperti itu, opsi penjemputan paksa bisa diberlakukan. Namun, menurut KPK, langkah tersebut akan ditempuh bila benar-benar diperlukan dan bergantung pada evaluasi atas alasan ketidakhadiran yang diajukan oleh para saksi.
4. Dasar Hukum Pemanggilan: Bukti Awal Sudah Dimiliki
Pemanggilan Fauzi Amro dan Charles Meikyansah bukan tanpa dasar. KPK menyatakan telah mengantongi alat bukti yang perlu diklarifikasi kepada keduanya. Alat bukti tersebut dapat berupa dokumen, informasi dari saksi lain, ataupun data transaksi yang menunjukkan dugaan keterlibatan atau pengetahuan para saksi terkait aliran dana CSR yang sedang diusut.
5. Dugaan Aliran Dana CSR ke Rekening Pribadi
KPK menduga ada penyalahgunaan alokasi dana CSR Bank Indonesia yang seharusnya digunakan untuk kegiatan sosial, seperti pengadaan ambulans dan beasiswa. Dana tersebut justru dialirkan ke rekening yayasan yang dibuat oleh pihak-pihak tertentu, sebelum akhirnya ditransfer kembali ke rekening pribadi atau kerabat mereka.
6. Modus: Yayasan sebagai Jembatan Penyelewengan Dana
Penyelidikan KPK mengungkap bahwa dana CSR yang seharusnya disalurkan melalui yayasan dengan tujuan sosial, justru dimanfaatkan oleh para tersangka untuk kepentingan pribadi. Beberapa yayasan yang terlibat ternyata dibentuk oleh orang-orang yang juga berada dalam lingkaran kekuasaan, termasuk yang terkait dengan Komisi XI DPR RI.
7. Dana Sosial Beralih Jadi Kepemilikan Pribadi
Setelah dana CSR masuk ke rekening yayasan, uang tersebut ditarik tunai atau ditransfer kembali ke rekening pribadi tersangka. Dana itu kemudian digunakan untuk pembelian properti dan keperluan pribadi lainnya, yang jelas tidak ada kaitannya dengan misi sosial CSR. Praktik ini membuka tabir dugaan kejahatan korupsi yang terorganisir dan sistematis.
8. Imbas Kasus: DPR dan Kredibilitas Lembaga
Keterlibatan anggota legislatif dalam skandal dana CSR tentu menjadi sorotan publik. Hal ini bisa berdampak pada persepsi masyarakat terhadap kredibilitas DPR, khususnya Komisi XI yang memiliki hubungan erat dengan lembaga keuangan seperti Bank Indonesia. Publik pun menanti sikap tegas lembaga legislatif terhadap kader-kadernya yang disebut dalam kasus ini.
9. Harapan Terhadap KPK dan Penegakan Hukum
Kasus ini menjadi ujian penting bagi KPK dalam menjaga kepercayaan publik terhadap pemberantasan korupsi. Masyarakat berharap proses hukum berjalan transparan dan adil, tanpa perlakuan istimewa terhadap siapapun, termasuk pejabat negara. KPK diminta untuk terus menyisir aliran dana CSR yang diduga diselewengkan dan menyeret semua pihak yang terlibat ke meja hijau.
10. Momentum Perbaikan Tata Kelola CSR di Indonesia
Skandal ini juga mengungkap pentingnya pengawasan dan reformasi tata kelola dana CSR di Indonesia. Dana yang seharusnya dimanfaatkan untuk pembangunan sosial dan kesejahteraan masyarakat, rentan disalahgunakan jika tidak ada pengawasan ketat. Ke depan, dibutuhkan regulasi yang lebih ketat serta sistem pelaporan yang transparan agar CSR benar-benar digunakan sesuai peruntukannya.
Kasus dugaan korupsi dana CSR Bank Indonesia yang menyeret nama-nama dari kalangan legislatif merupakan peringatan keras bagi semua pihak yang mengelola dana sosial. Ketidakhadiran dua anggota DPR dalam pemanggilan KPK memang belum bisa dianggap pelanggaran, namun publik menanti komitmen mereka untuk memberikan keterangan. Proses hukum harus berjalan secara terbuka dan tidak pandang bulu, agar dana yang seharusnya untuk rakyat tidak lagi disalahgunakan demi kepentingan pribadi.