Perpustakaan Jakarta Bakal Buka Sampai Malam, Warga Minta Fasilitas Ditingkatkan

Kuatbaca.com - Rencana Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung untuk memperpanjang jam operasional perpustakaan hingga malam hari mendapat sambutan hangat dari warga. Namun, antusiasme ini juga dibarengi dengan harapan besar agar kualitas dan kenyamanan perpustakaan ikut ditingkatkan.
1. Akses Perpustakaan Malam Hari, Harapan Baru Bagi Pelajar dan Pekerja
Kebijakan memperpanjang jam operasional perpustakaan hingga pukul 23.00 WIB merupakan bagian dari program 100 hari kerja Gubernur Pramono Anung. Langkah ini ditujukan untuk memberikan ruang belajar yang lebih luas, terutama bagi pelajar, mahasiswa, dan pekerja yang hanya memiliki waktu luang di malam hari.
"Perpustakaan akan kami buka sampai malam, mungkin jam 10 atau jam 11. Ini adalah upaya menghadirkan keadilan dalam pendidikan," ujar Pramono dalam pernyataannya di Balai Kota Jakarta.
2. Warga Menyambut Baik, Tapi Minta Pengelolaan Diperbaiki
Luthfia (27), salah satu pengunjung Perpustakaan Jakarta di Cikini, menyatakan dukungannya terhadap rencana tersebut. Namun, ia menilai bahwa penambahan jam saja belum cukup. Pengelolaan ruang, kenyamanan, dan pembatasan jumlah pengunjung juga perlu dipikirkan ulang.
"Daripada fokus ke jam operasional, sebaiknya pengelola menata ruangnya juga. Misalnya ruang anak dipisah, ada sistem booking waktu agar tidak terlalu padat," ucapnya.
3. Kebutuhan Akan Suasana Hening dan Tempat Duduk yang Cukup
Bagi banyak pengunjung, suasana tenang adalah alasan utama mereka datang ke perpustakaan. Sayangnya, keramaian di akhir pekan seringkali membuat tujuan itu gagal tercapai. Fia, sapaan akrab Luthfia, mengatakan bahwa dirinya lebih memilih membaca di kamar kos karena suasana perpustakaan kerap tak kondusif.
"Buku penting, tapi suasana juga. Kalau ramai dan ribut, lebih baik baca di kos. Tempat duduk juga terbatas, jadi sering bolak-balik cari spot kosong," tuturnya.
4. Perpustakaan Alternatif Seperti PDS HB Jassin Jadi Pilihan
Fia juga mengaku lebih nyaman mengunjungi Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin karena biasanya lebih sepi dibanding Perpustakaan Jakarta di TIM. Namun, ia khawatir perpustakaan alternatif ini pun akan mengalami kepadatan jika perpustakaan utama terlalu penuh.
5. Warga Lain Sarankan Penambahan Fasilitas dan Sistem Pengunjung
Resya (23), pengunjung lainnya, mengeluhkan hal serupa. Ia menyebut bahwa akhir pekan di perpustakaan sering kali justru menjadi ajang keramaian, bukan tempat belajar yang tenang.
"Weekend itu ribut banget. Harusnya ada pengumuman rutin untuk pengunjung supaya tenang. Kursi juga tolong ditambah, banyak yang mondar-mandir cari tempat duduk," ujarnya.
6. Pemerataan Fasilitas di Semua Perpustakaan DKI Jadi Harapan
Resya berharap bahwa kebijakan membuka perpustakaan hingga malam tidak hanya berlaku di lokasi tertentu seperti Cikini atau TIM. Ia menekankan pentingnya peningkatan fasilitas di semua perpustakaan di DKI Jakarta agar distribusi pengunjung lebih merata.
"Jangan cuma di satu tempat saja yang bagus. Kalau semua perpus dibagusin, orang juga nggak numpuk di satu tempat," tegasnya.
7. Komitmen Pemerintah Tingkatkan Akses dan Keadilan Sosial
Kebijakan ini merupakan bagian dari visi Pramono Anung untuk menghadirkan keadilan sosial di bidang pendidikan. Selain perpustakaan, taman dan museum juga akan dibuka lebih lama agar bisa diakses oleh lebih banyak warga, terutama dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
8. Tantangan ke Depan: Bukan Sekadar Jam Operasional
Meski inisiatif membuka perpustakaan hingga malam menuai apresiasi, tantangan ke depan justru ada pada pemenuhan fasilitas dan pengelolaan ruang. Pembatasan jumlah pengunjung, zona khusus anak, penambahan kursi, serta sistem antrean atau reservasi online mungkin bisa menjadi solusi.
Akses Lebih Luas Harus Diimbangi Kenyamanan
Rencana memperpanjang jam operasional perpustakaan hingga malam merupakan langkah progresif dalam meningkatkan kualitas layanan publik di Jakarta. Namun, jika tidak diimbangi dengan peningkatan kenyamanan dan pemerataan fasilitas, tujuan awal untuk meningkatkan akses pendidikan justru bisa terganggu.
Dengan perbaikan fasilitas, pengelolaan ruang yang baik, serta pemerataan mutu perpustakaan di seluruh wilayah Jakarta, kebijakan ini bisa menjadi langkah revolusioner dalam membangun budaya literasi yang inklusif dan berkelanjutan.