Rencana Penambahan Impor Minyak dan LPG dari AS Tunggu Hasil Negosiasi Indonesia–Amerika

Kuatbaca.com-Pemerintah Indonesia tengah menjajaki peluang untuk meningkatkan impor minyak mentah dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) dari Amerika Serikat. Langkah ini merupakan bagian dari upaya diplomasi ekonomi yang kompleks, menyusul kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan oleh pemerintah AS terhadap sejumlah komoditas Indonesia.
1. Negosiasi Masih Berlangsung Antara Indonesia dan Amerika Serikat
Proses penambahan impor minyak dan LPG dari Amerika Serikat belum bisa direalisasikan karena saat ini masih berada dalam tahap negosiasi. Pemerintah Indonesia melalui kementerian terkait tengah membahas dampak kebijakan tarif impor sebesar 32% yang diberlakukan oleh Amerika terhadap produk dari Indonesia. Dalam proses ini, tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian aktif berkomunikasi dengan pihak AS untuk mencari solusi terbaik yang saling menguntungkan.
Negosiasi ini menjadi penentu utama bagi kelanjutan dan skema peningkatan impor energi dari AS. Pemerintah tidak ingin gegabah mengambil keputusan sebelum ada kepastian tentang kesepakatan dan poin-poin yang telah disetujui bersama.
2. Komposisi Impor Energi Saat Ini dan Rencana Eskalasi
Saat ini, Indonesia telah mengimpor sekitar 59% kebutuhan LPG dari Amerika Serikat. Sementara itu, kontribusi minyak mentah dari AS berada di kisaran 6–7% dari total volume impor. Pemerintah berencana meningkatkan angka tersebut secara signifikan jika kesepakatan bilateral tercapai.
Dalam skenario yang dirancang, volume impor LPG dari AS bisa naik hingga 80–85%. Sedangkan untuk
minyak mentah, target peningkatan bisa mencapai sekitar 40%. Langkah ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan energi nasional yang terus meningkat serta strategi diversifikasi pasokan demi menjaga ketahanan energi jangka panjang.
3. Potensi Nilai Impor Capai USD 10 Miliar
Nilai total impor LPG dan minyak dari Amerika Serikat diproyeksikan bisa menyentuh angka USD 10 miliar atau setara Rp 168,2 triliun (dengan asumsi kurs Rp 16.820 per dolar AS). Angka ini tentu bukan jumlah kecil, sehingga keputusan akhir harus mempertimbangkan dampaknya terhadap neraca perdagangan, cadangan devisa, dan efisiensi anggaran energi nasional.
Kementerian ESDM dan Pertamina akan melakukan pembahasan teknis lebih lanjut untuk menentukan volume, skema kontrak, dan strategi pelaksanaan apabila negosiasi berjalan sukses. Pemerintah juga mengkaji potensi dampak terhadap harga energi domestik serta efektivitas distribusi setelah tambahan impor direalisasikan.
4. Menakar Strategi Energi Indonesia di Tengah Tantangan Global
Penambahan impor dari AS bukan hanya soal kuantitas pasokan, tetapi juga bagian dari strategi jangka panjang Indonesia dalam memperkuat diplomasi energi. Di tengah ketegangan geopolitik global dan volatilitas harga energi, kerja sama bilateral yang solid dapat memberikan stabilitas pasokan dan harga yang lebih kompetitif.
Namun, Indonesia juga tetap mempertimbangkan alternatif sumber impor lain dan strategi pengembangan energi domestik seperti energi baru terbarukan (EBT). Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan antara ketergantungan impor dan kemandirian energi nasional.
Rencana penambahan impor minyak dan LPG dari Amerika Serikat masih menunggu hasil akhir dari proses negosiasi diplomatik antara kedua negara. Pemerintah Indonesia tetap berhati-hati dan strategis dalam menentukan arah kebijakan energi nasional, terutama yang berkaitan dengan impor dalam skala besar. Keputusan final akan diambil setelah semua aspek, termasuk teknis, ekonomi, dan geopolitik, dipertimbangkan secara matang