Skandal Suap Hakim Kasus Migor: Terungkap, Gepokan Dolar Rp 5,5 Miliar Disembunyikan di Kolong Kasur

Kuatbaca.com - Kasus suap vonis lepas dalam perkara korupsi ekspor bahan baku minyak goreng (CPO) semakin terbuka lebar. Salah satu hakim yang menjadi tersangka, Ali Muhtarom, kini menjadi sorotan setelah penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan gepok uang tunai dalam pecahan dolar AS senilai sekitar Rp 5,5 miliar tersembunyi di kolong tempat tidurnya.
Temuan ini menjadi bukti mengejutkan dalam penyidikan skandal yang menyeret delapan tersangka dari kalangan hakim, pengacara, hingga perwakilan korporasi. Berikut ini rangkuman lengkap kronologi dan fakta-fakta penting dari penggeledahan hingga rincian uang yang ditemukan.
1. Uang Ditemukan di Kolong Kasur dalam Koper Hitam
Tim Satuan Khusus Pemberantasan Korupsi Kejagung melakukan penggeledahan di rumah Ali Muhtarom di Jepara, Jawa Tengah, bersamaan dengan penetapan statusnya sebagai tersangka. Dalam penggeledahan yang disaksikan seorang wanita dari pihak keluarga, petugas menemukan sebuah kardus besar di bawah tempat tidur.
Di dalam kardus tersebut terdapat koper hitam yang menyimpan dua bungkus uang tunai pecahan USD 100. Total ada 3.600 lembar uang dolar AS, atau sekitar Rp 5,5 miliar jika dikonversi ke mata uang rupiah.
2. Penyidikan Belum Pastikan Asal Uang
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan bahwa penyidik masih mendalami asal-usul uang tersebut. Meskipun kuat dugaan bahwa uang itu merupakan bagian dari aliran suap terkait vonis ontslag (putusan lepas), Kejagung belum menyimpulkan apakah uang tersebut merupakan hasil kejahatan, alat kejahatan, atau simpanan dari sumber lain.
Namun, proses penyitaan telah dilakukan dan uang tersebut telah disetorkan ke rekening persepsi negara di Bank BRI, sebagai bagian dari proses pemulihan potensi kerugian negara akibat korupsi.
3. Terbongkar Berkat Komunikasi dengan Keluarga
Kejagung juga mengungkap bahwa keberadaan uang tersebut diketahui setelah Ali Muhtarom berkomunikasi dengan keluarganya dari dalam tahanan. Informasi dari komunikasi tersebut membuat tim penyidik akhirnya menemukan dan membuka koper berisi uang di lokasi yang sebelumnya tidak disebutkan secara gamblang.
Penggeledahan sempat berjalan alot karena pada awalnya keluarga tidak langsung memberi informasi mengenai lokasi penyimpanan uang.
4. Terseret dalam Skandal Suap Rp 60 Miliar
Ali Muhtarom merupakan bagian dari majelis hakim yang mengadili kasus korupsi ekspor bahan baku minyak goreng yang berakhir dengan vonis lepas kepada terdakwa korporasi. Ia diduga kuat menerima uang sekitar Rp 5 miliar sebagai bagian dari skema suap yang dirancang untuk mengamankan putusan ontslag.
Tersangka lain dalam skandal ini termasuk:
- Muhammad Arif Nuryanto (Ketua PN Jaksel)
- Djuyamto (Ketua Majelis Hakim)
- Agam Syarif Baharudin (Anggota Majelis Hakim)
- Ali Muhtarom (Anggota Majelis Hakim)
- Wahyu Gunawan (Panitera PN Jakut)
- Marcella Santoso (Pengacara)
- Ariyanto Bakri (Pengacara)
- Muhammad Syafei (Wilmar Group)
Skema ini disinyalir melibatkan permintaan suap senilai Rp 60 miliar, dengan dana yang kemudian dibagi-bagi kepada para hakim dan oknum terkait.
5. Runtuhnya Integritas Peradilan
Temuan uang tunai dalam mata uang asing yang disembunyikan secara tidak wajar menambah panjang daftar skandal di dunia peradilan Indonesia. Kejadian ini menggambarkan bobroknya integritas di kalangan penegak hukum, khususnya dalam proses pengambilan keputusan yang seharusnya adil dan berdasarkan hukum.
Skandal ini bukan hanya mencoreng institusi pengadilan, tapi juga menggugah kembali urgensi reformasi sistem peradilan, termasuk peningkatan pengawasan internal dan eksternal terhadap hakim.
Skandal suap vonis lepas kasus CPO menjadi alarm keras bagi sistem peradilan Indonesia. Temuan uang Rp 5,5 miliar di kolong kasur hakim Ali Muhtarom tidak hanya menunjukkan besarnya nilai gratifikasi yang diterima, tetapi juga memperlihatkan pola lama korupsi yang dilakukan secara diam-diam oleh elite hukum.
Kejaksaan Agung terus mendalami aliran dana dan kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam perkara ini. Sementara publik berharap, kasus ini tidak berhenti hanya pada penetapan tersangka, tetapi berujung pada hukuman maksimal dan pembersihan total dalam tubuh peradilan.