Zaskia Adya Mecca dan Tim Dapat Pengawasan Ketat saat Menuju Global March to Gaza

Kuatbaca.com - Perjalanan Zaskia Adya Mecca bersama sejumlah figur publik dan aktivis kemanusiaan Indonesia menuju Palestina tidak berjalan mulus. Mereka yang berniat mengikuti Global March to Gaza menghadapi pengawasan ketat dari aparat di Mesir. Meski begitu, semangat mereka untuk menyuarakan dukungan terhadap rakyat Gaza tak sedikit pun surut.
1. Perjalanan Terganjal: Dari Kairo Menuju Ismailia
Zaskia Adya Mecca, Indadari, Wanda Hamidah, dan Ratna Galih bersama enam warga negara Indonesia lainnya menghadapi banyak rintangan dalam perjalanan mereka ke Ismailia, Mesir. Kota ini menjadi titik krusial sebelum menuju perbatasan Rafah, gerbang menuju Gaza. Di sana, ribuan aktivis dari berbagai negara berkumpul untuk menyuarakan solidaritas terhadap Palestina.
Sejak tiba di Kairo, tim dari Indonesia sudah merasakan tekanan. Mereka menyebut bus dan hotel tempat menginap diawasi polisi dan intelijen setempat. Pemeriksaan pun dilakukan terhadap ponsel dan media sosial mereka. Keberadaan mereka yang mencolok membuat aparat keamanan setempat tidak tinggal diam.
“Di hotel kami sebelumnya bahkan ada turis asing yang ditangkap karena aktivitas yang dicurigai,” tulis Zaskia dalam unggahan Instagramnya. Karena itu, mereka memilih pindah ke hotel bintang lima dengan harapan akan lebih aman dan jauh dari pantauan.
2. Pindah Hotel Tak Mengubah Situasi, Masih Terus Diawasi
Meski telah berpindah ke hotel yang lebih mewah dan ramai, kondisi ternyata tidak banyak berubah. Menurut Zaskia, para intel masih mengikuti mereka secara terang-terangan. Bahkan, meski mereka berpura-pura menjadi turis biasa, gerak-gerik mereka tetap diawasi.
“Mereka tetap terang-terangan mengikuti kami, padahal kami hanya duduk-duduk dan bermain seperti pelancong biasa,” jelasnya. Tindakan aparat tersebut membuat rasa nyaman hilang. Ketegangan menyelimuti setiap langkah tim dari Indonesia, yang niat awalnya hanya ingin berkontribusi dalam misi kemanusiaan.
Untuk menghindari kecurigaan, Zaskia dan tim bahkan mencoba menaiki perahu di Sungai Nil. Aktivitas tersebut mereka lakukan sambil berpura-pura sedang wisata biasa, sembari terus mewaspadai keberadaan pengintai.
3. Menyusuri Sungai Nil dan Menemukan Ketenangan Spiritual
Meskipun dalam kondisi tertekan, momen menyusuri Sungai Nil memberikan refleksi spiritual bagi Zaskia. Ia mengenang kisah Nabi Musa yang dihanyutkan oleh ibunya di sungai tersebut, sebagai simbol ketundukan dan kepercayaan total kepada Tuhan.
“Di tengah derasnya arus, saya merasakan ada kekuatan batin bahwa Allah tidak akan pernah meninggalkan hamba-Nya,” ungkap Zaskia dalam unggahannya. Ia mengaku merasa sangat lelah secara fisik dan emosional, meski baru mengalami tekanan satu hari. Hal ini semakin membuatnya menghargai perjuangan warga Palestina yang sudah puluhan tahun hidup di bawah tekanan dan konflik.
Zaskia mengaku pengalaman tersebut memberikan perspektif baru dalam memandang ketabahan dan keteguhan rakyat Palestina. Ia pun semakin yakin bahwa perjuangannya untuk mengikuti Global March to Gaza bukan sesuatu yang sia-sia.
4. Pengawasan Ketat Bagi Rombongan Besar
Situasi keamanan di Mesir yang tengah waspada membuat pemerintah setempat memperketat pengawasan. Terutama bagi turis asing yang datang dalam rombongan lebih dari lima orang. Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa semua turis yang tergabung dalam march to Gaza akan dipantau selama seminggu, baik lokasi, aktivitas, maupun media sosial mereka.
“Kami memang dipastikan tidak bisa bebas bergerak, semua pergerakan dari Kairo ke Ismailia ditahan,” kata Zaskia. Dia menyebut bahwa apa yang mereka alami bukanlah hal yang luar biasa, karena peserta dari negara lain juga mengalami hal serupa.
Meski menghadapi banyak kendala, tim Indonesia tidak menyerah. Mereka tetap berharap bisa sampai ke tujuan, yaitu Gerbang Rafah, tempat puncak aksi Global March to Gaza akan digelar pada 15 Juni 2025. Ribuan peserta dari lebih dari 50 negara dijadwalkan berkumpul di sana untuk menuntut dibukanya akses kemanusiaan ke Gaza.